JMSI Sebut Sejumlah Pasal dalam UU PDP Ancam Kerja Jurnalistik

Ilustrasi. Foto : net.
Ilustrasi. Foto : net.

Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Novermal Yuska, menilai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) berpotensi mengancam kebebasan jurnalis. Bahkan dapat menutup-nutupi kasus hukum.


Pasal yang dinilai mengancam kerja jurnalistik antara lain, Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 4 UU PDP. 

Pasal 4 ayat 2 UU PDP menyebutkan kategori data pribadi yang bersifat spesifik. Yaitu, data pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Data dan informasi kesehatan; b. Data biometrik; c. Data genetika; d. Catatan kejahatan; e. Data anak; f. Data keuangan pribadi; dan/atau g. Data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Selain itu, ada pula Pasal 65 ayat 2 yang menyebutkan "Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya.” 

Bagi yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai denda maksimal Rp 4 miliar atau pidana penjara 4 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat 2 UU PDP.

"Ini mengancam kebebasan pers. saat jurnalis mengungkap rekam jejak pejabat publik dan bisa dijadikan sebagai delik pidana," kata Novermal, Ahad, 24 September 2022.

Novermal menjelaskan, karena catatan kejahatan masuk dalam kategori data pribadi, maka larangan pengungkapan data pribadi pada Pasal 65 ayat 2 tersebut termasuk juga larangan pengungkapan catatan kejahatan. 

Menurut Novermal, hal tersebut menjadi ancaman kriminalisasi bagi masyarakat dalam proses seleksi pimpinan penegak hukum seperti rekam jejak calon pimpinan KPK. 

“Bisa dibayangkan, di tengah maraknya calon-calon bermasalah melenggang maju pada proses pemilihan, namun masyarakat dipaksa untuk mendiamkan jika mengetahui rekam jejak buruknya," ujar dia.

Karena itu, kata dia, larangan itu jelas merupakan pembiaran dan ahistoris dengan permasalahan saat ini. Ditambah lagi, konsep semacam itu terang benderang melanggar partisipasi masyarakat sebagaimana diatur Pasal 41 ayat (1) dan (2) huruf b.

Selain itu, di dalam UU PDP menurutnya juga tidak ada harmonisasi dalam kebebasan memperoleh informasi, kebebasan berekspresi. 

"Yang menjadi sorotan bagaimana perlindungan kebebasan berekspresi dan memperoleh informasi tersebut. Ini yang tidak diharominasi di undang-undang ini," sebutnya.