Jokowi Keder pada Singapura

Ilustrasi: RC.
Ilustrasi: RC.

SYAHDAN, Presiden Joko Widodo mengklaim dirinya tidak memiliki beban, termasuk dalam urusan menyita aset para bandit negara yang dilarikan ke luar negeri. Jokowi berkata, aset yang dicuri dan disimpan orang Indonesia di luar negeri sedikitnya mencapai Rp 14 ribu triliun. 

Namun pernyataan ini agak bertentangan dengan tax amnesty jilid dua yang digagas pemerintahannya. Kebijakan ini justru memberikan ruang pengampunan kepada para bandit, termasuk bandit skandal Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) melalui proses perdata. 

Padahal tax amnesty jilid 1 gagal. Upaya meperdatakan BLBI, yang dipimpin Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Mahfud MD, jalan di tempat. Si menteri bingung sendiri mengurusi masalah ini. 

Dan kini pemerintah harus menjalankan Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Swiss yang berlaku mulai tahun ini. Perjanjian ini ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM RI Yaonna Hamonangan Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bern, Swiss, pada 4 Februari 2019. 

Lewat kerja sama ini, Indonesia menyelesaikan proses ratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss. 

Sementara, Swiss telah menyelesaikan proses internalnya pada Juli 2021 lalu. Kedua pihak selanjutnya memberitahukan penyelesaian proses tersebut melalui pertukaran nota diplomatik. 

Skema MLA adalah skema pidana. Yakni mengadili para bandit dan menyita asetnya. Ini sejalan dengan skema pembukaan atau transparansi informasi keuangan dan perbankan dan sejalan dengan digitalisasi yang akan menghapus semua uang kotor. 

Pemberlakuan Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan sebuah capaian yang sangat signifikan. Terutama jika melihat Swiss ebagai pusat finansial dunia. Perjanjian ini merupakan perjanjian MLA pertama RI dengan negara Eropa, sehingga akan membuka peluang pembentukan perjanjian MLA dengan negara-negara strategis lainnya di kawasan.

Menurut Kementerian Luar Negeri, MLA dengan Swiss adalah pintu masuk bagi MLA dengan negara kawasan. Sejauh ini justru MLA dalam kawasan ASEAN yang paling mengganjal. MLA dengan Singapura tidak pernah bisa diusahakan. Ada apa? 

Sebenarnya tidak ada alasan bagi Jokowi untuk tidak mendesak Singapura meneken MLA dengan Indonesia. Dengan demikian para bandit Indonesia yang bersembunyi di Singapura, atau yang beralih kewarganegaraan Singapura, dapat segera bisa diadili. Pemerintah dapat menyita aset mereka. Indonesia adalah eksportir batubara terbesar di dunia, eksportir sawit terbesar di dunia, eksportir hampir semua jenis bahan tambang dalam urutan 1-10 terbesar di dunia. Namun hasilnya tidak dilaporkan secara benar. Hasil transaksi itu disembunyikan, dimanipulasi, dan  nilainya disimpan di dalam rekening rahasia. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Singapura menjadi surga bagi para bandit Indonesia. Namun, meski jarak sejengkal, Singapura seperti berada di Alaska; tak terjangkau. Istana mencatat, sedikitnya Rp 4.000 triliun yang disembunyikan para bandit negara di Singapura. 

Dan hal itu masih berlangsung hingga saat ini. Kekayaan yang tidak dilaporkan dan berbagai bentuk pencucian uang, konon, masih dijalankan di Singapura oleh orang orang Indonesia. Aset para bandit yang disembunyikan di luar negeri di surga pajak dan di rekening rekening rahasia sebagian besar berasal dari hasil korupsi BLBI dan penjarahan sumber daya alam. 

Sebagai gambaran, jika ekspor sumber daya alam Batubara 700 juta ton setahun, dengan harga 100 dolar per ton, maka nilai ekspor komoditas ini saja mencapai USD 70 miliar setahun, lebih dari Rp 1.000 triliun setahun. Lantas, apa benar Presiden Jokowi tidak punya beban untuk menyita aset para maling uang negara.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).