Kartel Kendalikan Harga Sawit di Indonesia

Ilustrasi. Foto: net
Ilustrasi. Foto: net

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Sawit Indonesia, Gus Harahap, menduga perusahaan-perusahaan kelapa sawit bersekongkol dengan Pemerintah Indonesia untuk menekan harga sawit. 


"Awalnya cuma sinyalemen atau dugaan saja. Tapi karena tekanan pemerintah tentang kewajiban, saat ini mereka bergabung membentuk kartel agar se-olah olah patuh tapi ada yang mereka gigit di bawah," kata kata Gus Harahap kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad, 30 Januari 2022.

Gus Harahap menilai, kejadian tersebut sulit untuk dibendung. Karena perusahaan menginginkan untung banyak, tidak mau dirugikan.

"Dari awal saya katakan jangan ada hidden policy (kebijakan tersembunyi). Ini yg sulit kalo sdh begini," kata Gus Harahap.

Seharusnya, kata dia, Pemerintah Indonesia jangan mau di lobby oleh perusahaan kelapa sawit. Sehingga harga sawit rendah. 

"Kalo memang harga tinggi, mana bisa diatur. Jangan menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru," ujar Gus Harahap.

Menurut Gus Harahap, persoalan harga sawit di Indonesia dikembalikan pada regulasi dan mekanisme yang sudah ditetapkan. Supaya harga sawit tetap tinggi dan tidak menderitakan petani.

"Buyer besar yang sudah komitmen dengan pemerintah terkait Permendag nomor 1 dan 3. Ga mau rugi," kata Gus Harahap.

Dengan diberlakukan aturan itu, kata dia, akan banyak pemain baru dalam penyelundupan sawit. Sehingga menyebabkan harga sawit rendah dan kacau. "Percayalah," sebut Gus Harahap.

Gus Harahap menjelaskan, padahal harga pasar sawit dunia masih tinggi. Bahkan, harga minyak mentah (calm palm oil/cpo) hanya turun sedikit. Karena berdasarkan analisa pasar dari holding harganya harus tinggi. 

"Semua karena beban pengusaha yang ogah rugi. Mereka tawar di harga IP (idea price), makanya with drawl (tidak terjadi/batal)," sebut dia.

Di sisi lain, kata dia, Pemerintah Indonesia terlalu terburu-buru dalam mengkaji dan mengambil kebijakan. Padahal harus lebih cermat dan teliti.