Kasus Jual-Beli Organ Harimau: Dua Tersangka Berkasnya Lengkap, Punya Bekas Bupati Bener Meriah Masih Dilengkapi

Pelaksana tugas (Plt) Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Ali Rasab Lubis. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.
Pelaksana tugas (Plt) Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Ali Rasab Lubis. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.

Pelaksana tugas (Plt) Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Ali Rasab Lubis, mengatakan penanganan kasus penjualan organ harimau yang melibatkan bekas Bupati Bener Meriah (AH) terus berlanjut. Hanya dua tersangka dinyatakan lengkap.


“Berkas perkara yang dinyatakan lengkap atau P21 berinisial IS dan SU,” kata Ali Rasab kepada Kantor Berita RMOLAceh, Rabu, 14 September 2022. “Mereka sudah menjalani sidang kedua.”

Sedangkan AH, kata Ali Rasab, berkas perkaranya masih di penyidik Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sumatera. “Masih melengkapi petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Supaya berkas perkara itu memenuhi syarat formil dan materil,” sebut Ali.

Ali Rasab mengakui, ada beberapa kendala dalam hal pengungkapan kasus penjualan organ harimau ini. Namun secara koordinasi, kata Ali, pihaknya sudah berkoordinasi dengan penyidik agar berkas perkara AH secepatnya dilengkapi.

“Supaya bisa kita keluarkan P21 dan bisa disidangkan seperti tersangka lainnya,” kata dia.

Saat ini, kata Ali Rasab, penyidik masih memeriksa dan mengambil keterangan dari saksi-saksi yang berkaitan. Dia berharap kasus ini segera diterima dan diselesaikan.

Sebelumnya, sidang lanjutan perkara tumbuhan dan satwa liar konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya (KSDAE) kasus jual beli organ Harimau Sumatera terhadap terdakwa IS (48) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Selasa, 6 September lalu. 

Sidang kedua tersebut menghadirkan lima saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Yakni dua tersangka yang diduga terlibat dalam kasus IS, yakni bekas bupati Bener Meriah berinisial AH (41) dan rekannya, SU (44).

Kemudian, tiga saksi dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera yang diusulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di antaranya, Musriadi (51), Andi Syahputra (44), dan Abdul Hamid (53).

Persidangan dipimpin Ahmad Nur Hidayat sebagai hakim ketua dengan dibantu dua hakim anggota, Muhammad Abdul Hakim Pasaribu serta Beny Kriswardana.

Kuasa Hukum IS, Hamidah SH MH mengatakan, sidang kali ini pihaknya menggali fakta-fakta yang disampaikan sebagaimana ketentuan pidana jaksa yang menuduh adanya pelanggaran.

Akan tetapi, ia bersama Albar, tidak menemukan adanya kesalahan kliennya usai menggali informasi dari bukti penangkapan yang dilakukan oleh saksi Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera.

Hamidah mengungkapkan jika pihaknya menemukan fakta baru yang didapatkan dari AH dan SU serta tiga saksi KLHK. Pihak Gakkum dikatakannya, dalam persidangan mengaku jika ada kesengajaan undercover buy yang dilakukan.

"Dan mereka dengan gamblang tadi dari pihak penangkapan mengatakan memang kondisi ini diciptakan dengan adanya," kata Hamidah.

Atas adanya kesengajaan dengan skenario penangkapan disampaikan Hamidah, pihak Gakkum secara tidak langsung telah menciptakan kejahatan baru. Padahal diakuinya, tindakan tersebut secara pidana tidak boleh dilakukan penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya.

"Kalau menciptakan kondisi seperti dilakukan KLHK dengan mencari kontak, cari tahu, berlaga seolah pembeli yang akhirnya pembeli anteng-anteng saja," kata dia. "Dan di dalam aturan ini tidak ada aturan yang menyatakan percobaan menjual kulit harimau itu bisa dihukum.”

Hamidah kecewa terhadap pihak KLHK yang menciptakan skenario penangkapan terhadap kliennya. Sebab kerja pihak Gakkum dalam hal ini telah menjebak masyarakat. “Dan secara pidana, mereka juga bisa dilaporkan," ucapnya.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Rudi Hermawan SH, Ully Fadil SH MH, Widi Utomo SH, melontarkan sejumlah pertanyaan kepada kelima saksi yang sama. Ully Fadil mengatakan, dalam perkara jual beli bagian satwa liar dilindungi, IS memiliki peran aktif.

"Kalau di sini peran aktifnya yang melakukan transaksi jual beli," ucap Ully, usai persidangan.

Tak hanya itu, usai mendengarkan penjelasan, ia menyampaikan, bahwa antara terdakwa IS beserta tersangka AH dan SU saling terlibat sesuai surat dakwaan.  "Berdasarkan surat dakwaan itukan secara bersama-sama mereka bertiga melakukan transaksi jual beli kulit harimau," kata dia. "Peran mereka bersama-samalah, karena dikaitkan dengan Pasal dalan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.”

Terkait hukuman yang bakal dituntut terhadap terdakwa IS, JPU belum bisa memastikan. Namun ditegaskan maksimal lima tahun sesuai ketentuan perundang-undangan. "Kalau kita tidak tahu, kalau ancaman dia maksimal lima tahun. Itu kita belum tahu dan nanti lihat di fakta persidangan," kata dia.

Sehubungan dengan itu, Pemerhati Hukum dan Pegiat Lingkungan, Nurul Ikhsan menyebutkan, kasus yang menjerat IS, SU, dan mantan bupati Bener Meriah berinisial AH harus diungkap sebab menjadi perhatian publik. Oleh karena itu, kasus ini harus benar-benar diungkap sesuai fakta dan penerapan hukum.

“Kita berharap kasus ini dapat diungkap secara terang benderang. Karena kasus ini mendapat perhatian dari publik,” kata Ikhsan. “Kita juga berharap kasus-kasus TSL di Aceh berkurang mengingat jumlah satwa dilindungi di Aceh semakin berkurang.”