Kasus Peternak Racuni Harimau, WALHI Aceh: Jangan ‘Orang Kecil’ Ditetapkan Tesangka

Harimau Sumatera yang ditemukan mati akibat diracun usai memangsa ternak warga di Aceh Timur. Foto: Dok Polres Aceh Timur.
Harimau Sumatera yang ditemukan mati akibat diracun usai memangsa ternak warga di Aceh Timur. Foto: Dok Polres Aceh Timur.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh, Afifuddin menilai, kasus peternak kambing di Aceh Timur yang diduga meracuni harimau sampai mati tidak hanya dipandang dari aspek yuridis formal. Akan tetapi, juga dilihat dari aspek non yuridis.


"Sebab terjadi sesuatu, pasti ada sebab dan akibat,” kata Afifuddin kepada Kantor Berita RMOLAceh, Rabu, 1 Maret 2023. 

Menurut Afif, ternak warga yang dimakan harimau tentu mempunyai sebab-akibat. Seperti lemahnya penanganan konflik satwa yang terjadi saat ini.

Konflik satwa tidak bisa hanya dipandang tegak lurus, kata dia, sebab berbagai faktor lain. Afif menyebutkan, konflik satwa terjadi akibat habitatnya telah diganggu, tentu dalam penanganannya harus terpadu. 

"Jadi tidak hanya 'orang kecil' yang selalu jadi tersangka,” kata dia. “Sementara sebab terjadi konflik satwa itu tidak tersentuh, misalnya pelaku perambahan.” 

Oleh sebab itu, menurut Afif, pemerintah harus melibatkan semua pihak untuk mencegah terjadi konflik satwa. Mulai dari sosialisasi kepada masyarakat hingga tindakan kepada pelaku perambahan hutan.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), kata Afif, harus lebih responsif dalam menyikapi persoalan ini. Sehingga masyarakat tidak mengambil tindakan sendiri, karena lambannya respon pihak terkait menangani kasus ini. 

Afif menilai lembaga konservasi perlindungan satwa tidak becus dalam kerja. Sebab hanya melaporkan usai kejadian. 

Contohnya, kata dia, seperti pemadam kebakaran. Menurut dia, seharusnya tindakan yang harus dilakukan sejak awal adalah langkah pencegahan, bukan sekedar menghitung jumlah kejadian dan angka kematian. 

Menurut Afif, lembaga konservasi perlindungan satwa hanya pandai menghabiskan anggaran, menjadikan isu satwa sebagai usulan proposal. Sementara kasus konflik satwa masih terus terjadi dan setiap tahunnya terus meningkat.

Sebelumnya diberitakan, Tim Resmob Sat Reskrim Polres Aceh Timur menangkap SY (38) warga Dusun Kreung Baung, Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Aceh Timur. SY ditangkap karena diduga meracuni harimau hingga mati.

Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, AKP Arief Sukmo Wibowo, menjelaskan pelaku ditangkap dirumah saudaranya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak, Rabu, 22 Februari lalu.

Sebelum penangkapan tersebut, kata dia, Sat Reskrim Polres Aceh Timur mendapat informasi dari petugas Forum Konservasi Leuser (FKL) bahwa ada seekor anak harimau Sumatera mati. Akibat memangsa ternak jenis kambing milik warga di Desa Peunaron Lama. 

Kasat Reskrim Polres Aceh Timur, AKP Arief Sukmo Wibowo, menjelaskan pelaku ditangkap dirumah saudaranya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak, Rabu, 22 Februari lalu. 

Sebelum penangkapan tersebut, kata dia, Sat Reskrim Polres Aceh Timur mendapat informasi dari petugas Forum Konservasi Leuser (FKL) bahwa ada seekor anak harimau Sumatera mati. Akibat memangsa ternak jenis kambing milik warga di Desa Peunaron Lama.  

Arief mengatakan, saat tim bersama petugas Badan Kawasan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh berada dilokasi, memang melihat seekor bangkai anak harimau. Lokasinya tidak jauh dari lokasi bangkai kambing. 

"Dan tidak jauh dari lokasi ditemukan sebuah kantong plastik berwarna putih yang berisikan racun hama," kata Arief, dalam keterangan tertulis, Selasa, 28 Februari 2023. 

Usai melakukan penyelidikan, kata Arief, terbukti bahwa SY kesal dan emosi karena empat ekor kambing miliknya dimangsa oleh harimau. Sehingga SY menabur racun pada kambing, lalu dimakan harimau hingga mati. 

“Saat ini barang bukti racun dan pelaku telah diamankan di Mapolres Aceh Timur Guna penyelidikan lebih lanjut,” sebut dia. 

SY dijerat Pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Dengan ancaman paling lama lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.