Kejari Aceh Barat Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Timbunan Lokasi MTQ

Tiga tersangka kasus dugaan korupsi penimbunan Lokasi MTQ Aceh Barat. Foto: Kejati Aceh.
Tiga tersangka kasus dugaan korupsi penimbunan Lokasi MTQ Aceh Barat. Foto: Kejati Aceh.

Kejaksaaan Negeri (Kejari) Aceh Barat menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penimbunan lokasi Musabaqoh Tilawatil Qur'an (MTQ) dengan pagu anggaran 2,4 Miliar, yang berasal dari dana Otsus tahun 2022. Ketiga tersangka yaitu SA, IS dan MS.


"Pada hari ini tim penyidik pada Kejari Meulaboh telah melakukan pemeriksan secara intensif kepada ketiga tersangka," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Barat, Siswanto dalam keterangan tertulis, Selasa 23 Mei 2023.

Siswanto menjelaskan, tersangka SA menjabat Kasie Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman pada Dinas Perumahan Dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Aceh Barat. SA juga selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek tersebut.

Kemudian Tersangka MS adalah pelaksana pekerjaan atau orang yang menggunakan perusahaan. Selanjutnya tersangka berinisial I sebagai pemilik perusahaan bernama CV Berkah Mulya Bersama.

"Saat ini ketiga tersangka ditahan selama 20 hari kedepan di Rutan Meulaboh," ujar Siswanto.

Kontruksi Perkara

Kasus ini sendiri menurut Siswanto berawal pada tahun 2020. Saat itu Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh Barat mendapatkan anggaran untuk penimbunan lokasi MTQ Aceh Barat dengan Pagu Anggaran Rp 2,4 Miliar. Anggaran tersebut berasal dari dana Otonomi khusus (Otsus) tahun 2020.

Lalu pada tanggal 19 Mei 2020 Kepala DSI Aceh Barat yaitu Muhammad Isa, menunjuk SA sebagai PPK untuk  kegiatan penimbunan lokasi MTQ Kabupaten Aceh Barat. Kemudian pada bulan Juni 2020, MS selaku pelaksana mendapat informasi  bahwa ada pengumuman pembukaan tender kegiatan Timbunan lokasi MTQ pada DSI Aceh Barat. 

"Kemudian MS menghubungi saksi Andris Faisal untuk mencari perusahaan yang kualifikasinya sesuai dengan yang diminta oleh panitia pengadaan untuk kegiatan timbunan tersebut," ungkap Siswanto.

Selanjutnya Andris Faisal mengatakan kepada MS bahwa teman mereka IS yang mempunyai perusahaan. Kemudian saksi Andris Faisal menghubungi IS dan menanyakan untuk meminjam perusahaan CV.  Berkah Mulya Bersama.

Menurut Siswanto,IS akhirnya menyetujui dan meminjam perusahaan tersebut kepada MS. Kemudian IS dan MS bertemu dan Is memberikan  profil perusahaan, Akun dan ID-nya kepada MS.

"Tak sampai di situ MS langsung mendaftarkan dan mengikuti lelang kegiatan penimbunan lokasi MTQ dengan penawaran sebesar Rp 1,9 Miliar dari pagu anggaran Rp 2,4 Miliar," ujar Siswanto.

Setelah melalui proses lelang, CV Berkah Mulya Bersama yang Direkturnya Rasidin dinyatakan sebagai pemenang lelang pada kegiatan penimbunan lokasi MTQ.

Menurut Siswanto, pada 1 September 2020 SA sebagai penyedia untuk pekerjaan timbunan tersebut memberikan kontrak proyek kepada MS untuk agar ditandatangani oleh Rasidin selaku Direktur perusahaan. Namun, MS malah diduga memalsukan tandatangan Rasidin terhadap kontrak proyek tersebut.

Pada hari yang sama, kata Siswanto, IS menyuruh Wakil Direktur CV Berkah Mulya Bersama yang tak lain istrinya bernama DK bersama MS untuk membuat surat kuasa pinjam pakai perusahaan tersebut ke Notaris.

"Di Notaris maka semua dokumen mengatasnamakan Rasidin selaku direktur ditandatangani oleh tersangka MS termasuk membuat Rekening Bank atas nama MS. Seolah-olah tersangka MS termasuk dalam kepengurusan CV. Berkah Mulya Bersama dengan tujuan untuk pembayaran tidak perlu lagi melalui Rekening saksi Rasidin selaku direktur," ungkap Siswanto dalam keterangan tertulisnya.

Lebih lanjut secara rinci Siswanto menjelaskan bahwa rekening MS telah digunakan untuk pembayaran uang muka dan pembayaran 100 persen. Sementara itu Rasidin selaku direktur sama sekali tidak tahu tentang CV. Berkah Mulya Bersama dipakai oleh tersangka MS dalam pelaksanaan kegiatan timbunan lokasi MTQ tersebut.

"Sesuai dengan kontrak, kegiatan penimbunan berlangsung selama 120 hari kalender, terhitung sejak tanggal 1 September 2020 sampai dengan tanggal 29 Desember 2020," ujar Siswanto.

Pada 18 September 2020 pencairan uang muka sebesar 30 persen atau Rp 572 juta dalam proyek tersebut dikirim ke rekening MS. Kemudian pada 3 Desember 2020, SA dan MS sepakat menyatakan bahwa pekerjaan tersebut sudah selesai 100 persen.

"Sedangkan pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang 60 persen," ujar Siswanto.

Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan agar anggarannya dapat dicairkan 100 persen pada bulan Desember 2020, mengingat kontrak berakhir pada tanggal 29 Desember 2020. Kemudian pada tanggal 22 Desember 2020 terbitlah SP2D pembayaran 100 persen ke rekening tersangka MS, sedangkan pekerjaan baru sekitar 60 persen.

Adapun rincian kontrak tersebut kata Siswanto yaitu Rp 1,9 Miliar atau volume sesuai kontrak 12.358,87 M3 dengan nilai pelaksanaan sebesar Rp 1,6 Miliar atau volume yang dikerjakan 9.029,63 M3.

"Berdasarkan perhitungan ahli dari Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, nilai yang dikerjakan Rp1,2 Miliar sehingga terjadi kerugian negara berdasar Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh sebesar Rp 399 juta," ujar Siswanto.