Kejari Banda Aceh Juga Tetapkan Bendahara Panitia Tsunami Cup 2017

Mirza ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi Tsunami Cup 2017. Foto: ist.
Mirza ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi Tsunami Cup 2017. Foto: ist.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh menetapkan Mirza selaku bendahara Tsunami Cup 2017. Dia diduga juga ikut terlibat dalam korupsi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017.


"Penetapan itu setelah dilakukan penelitian pemeriksaan tersangka dan penelitian barang bukti,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Muharizal, Kamis, 22 September 2022.

Kini, kata Muharizal, tersangka Mirza ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Rutan Kajhu, Aceh Besar. Mirza akan ditahan selama 20 hari ke depan.

Penetapan tersangka Mirza tertuang dalam salinan Nomor: Prin–10/L.1.10/Fd.1/09/2022, selanjutnya pada Jumat tanggal 16 September 2022 jaksa penyidik telah menyerahkan berkas tahap I kepada JPU, kemudian oleh JPU pada tanggal 19 September 2022 telah dinyatakan lengkap (P-21).

"Untuk selanjutnya dapat diserahkan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum yang kita laksanakan pada hari ini," kata Muharizal.

Proses selanjutnya, kata Muharizal, penuntut umum akan segera menyusun surat dakwaan dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh.

Berdasarkan fakta penyidikan kegiatan AWSC Tahun 2017 terselenggara dengan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) perubahan Tahun 2017 pada Dinas Pemuda Dan Olah Raga (Dispora) Pemerintah Aceh sebesar Rp 3,8 miliar.

Muharizal menyebutkan penerimaan itu langsung oleh panitia pelaksana (Panpel) yang bersumber dari Sponsorship, sumbangan pihak ketiga lainnya yang sah dan tidak mengikat, dan penjualan tiket sebesar Rp 5,4 miliar.

Selanjutnya, kata dia, penerimaan dan pengeluaran dana/uang untuk membiyaai kegiatan AWSC ini tidak dilaksanakan berdasarkan standar baku pengelolaan keuangan negara baik berupa tidak sesuai atau tidak didukung oleh bukti yang relavan.

Pengeluaran tidak memperhatikan usulan anggaran yang telah dibuatkan sebagaimana tujuan anggaran, transaksi atau pembiayaan tidak sesuai dengan prosedur baku dan lain sebagainya sehingga menyebabkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 2,8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.

Adapun terhadap tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 JO Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan  UU No. 21 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.