Kejati Aceh Dakwa 37 Bandar Narkoba dengan Hukuman Mati

Jalan Muara Situlen-Gelombang di Aceh Tenggara. Foto: ist.
Jalan Muara Situlen-Gelombang di Aceh Tenggara. Foto: ist.

Kejaksaan Tinggi Aceh mendakwa 37 orang yang terlibat dalam peredaran narkoba dengan hukuman mati sepanjang 2019-2020. Sedangkan tahun lalu, Kejati menangani 20 perkara korupsi. 


Pelaksana harian Asisten Pidana Umum Kejadi Aceh, Edi S Limbong, mengatakan dari 37 terdakwa yang dituntut hukuman mati tersebut, tiga di antaranya berkekuatan hukum tetap. "Selebihnya, masih dalam proses hukum banding dan kasasi di Mahkamah Agung," kata Edi S Limbong, Selasa, 12 Januari 2021. 

Kejaksaan juga menuntut 33 terdakwa narkoba lainnya dengan hukuman seumur hidup. Terdapat delapan perkara yang diputuskan hakim dengan ancaman 10 hingga 20 tahun penjara. Dari hukuman seumur hidup, lima di antaranya berkekuatan hukum tetap. Sedangkan 16 terdakwa lain mengajukan kasasi dan empat perkara banding. 

Untuk perkara korupsi, sepanjang 2020, Kejati Aceh menangani 20 perkara tindak pidana korupsi. Dari 20 perkara tersebut, 15 perkara masih dalam tahap penyelidikan dan lima perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan. 

Lima perkara dalam tahap penyidikan yakni perkara Keramba Jaring Apung, perkara Muara Situlen, perkara Jembatan Kuala Gigieng, perkara Pelindo Aceh, dan perkara pengadaan tanah di Aceh Tamiang. Kejati Aceh menyebutkan bahwa perkara Keramba Jaring Apung sedang menunggu audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

Dalam kasus ini, jaksa menetapkan bekas Direktur PT Perikanan Nusantara (Perinus), Dendi sebagai tersangka dan menyita sejumlah barang bukti. Termasuk uang tunai senilai Rp 36,2 miliar. Dalam , perkara Muara Situlen-Gelombang, Kejati menunggu penghitungan ahli dan menunggu tindaklanjut penghitungan kerugian negara dari BPKP Aceh.  

Penyidik kejaksaan mengestimasi kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 2 miliar. Dalam kasus ini, kejaksaan menetapkan empat tersangka, yakni (J) selaku KPA, (SA) selaku pihak PPTK, (KS), (KR) rekanan, dan ada satu tersangka lainnya tetapi sudah meninggal dunia.  

Dalam keterangan pers, kemarin, Kepala Kejati Aceh, Muhammad Yusuf, mengatakan masih ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus ini. “Setelah nanti ada kepastian dari ahli dan auditor BPKP.”

Sedangkan untuk perkara jembatan Kuala Gigieng, di Pidie, kejaksaan tengah menunggu perhitungan ahli fisik dari Universitas Syiah Kuala (USK). Hasil perhitungan itu akan diserahkan kepada BPKP untuk menentukan kerugian negara.  

Sementara dalam perkara Pelindo Aceh, hingga saat ini kejaksaan masih mengumpulkan keterangan para saksi dan pengumpulan alat bukti. Untuk melakukan proses ini, kejaksaan terkendala situasi Covid-19. Kejaksaan hanya memeriksa sejumlah saksi yang berada di Banda Aceh.