Kejati Aceh Diminta Ajukan Kasasi atas Vonis Bebas Bekas Kadis PUPR Aceh 

Koordinator MaTA, Alfian. Foto: RMOLAceh.
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: RMOLAceh.

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera melakukan kasasi terhadap vonis bebas bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh, Fajri terdakwa kasus korupsi Jembatan Kuala Gigieng, Pidie. 


Menurut Alfian, kasasi tersebut penting dilakukan untuk menguji apakah keputusan Pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) Banda Aceh dalam memvonis terdakwa sudah tepat atau tidak. Karena menurut catatan MaTA, selama ini banyak sekali vonis bebas dilakukan.

"Karena ketika kejaksaan melakukan kasasi dan kasasi tersebut dikabulkan. Artinya, belum tentu atau belum pasti putusan tersebut itu benar," kata Alfian, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 4 November 2022.

Bahkan, kata Alfian, hingga sampai hari ini belum melihat sikap tegas dari kejaksaan terhadap putusan vonis bebas terdakwa kasus korupsi Jembatan Kuala Gigieng. 

Alfian menyebutkan, ketika publik menilai bahwa kasus tindak pidana korupsi dengan status terdakwa adanya efek jera terhadap ketentuan hukum yang berlaku.

"Apalagi sebelumnya proses persidangan sempat terjadi perbedaan antara Hakim Ketua dan Hakim Anggota, sehingga perlu dilakukan kasasi," ujar Alfian.

Alfian meminta kepada komisi yudisial untu melakukan proses evaluasi Pengadilan Tipikor Banda Aceh kasus vonis bebas dimulai dari kasus pengadaan sapi, kasus korupsi pembangunan Jetty Kuala dan korupsi Jembatan Kuala Gigieng. 

"Saya pikir komisi yudisial penting dalam melakukan peran tersebut. Sehingga tidak ada dugaan potensi mafia peradilan, terutama dalam memutuskan penanganan kasus tindak pidana korupsi," sebut Alfian.

Alfian berharap komisi yudisial yang memiliki kewenangan dalam pengawas hakim penting untuk melihat atau menelaah terhadap putusan. Apalagi, wilayah Aceh sangat lemah proses pengawasan Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Sebelumnya, hal yang hampir senada juga disampaikan oleh Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani. Menurut menilai putusan bebas bagi bekas Kepala Dinas PUPR Aceh, Fajri terdakwa kasus korupsi pada proyek pembangunan jembatan Kuala Gigieng, Pidie karena adanya silang pendapat majelis hakim. 

Dia mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dievaluasi supaya proporsional dalam menangani perkara betul-betul serius.

Askhal mengatakan, putusan tidak mencerminkan hasil pembuktian dari apa yang sudah didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga hal ini menjadi silang pendapat dari majelis hakim yang mengambil kesimpulan dengan fakta-fakta proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kajati.

"Sehingga kemudian karena terjadi silang pendapat seperti ini, salah satu hal jika kemudian majelis hakimnya melakukan kesimpulan membebaskan tersangka korupsi saudara Fajri ini dari dakwaan-dakwaan yang diajukan oleh JPU. Maka kita mendukung JPU untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung," kata Askhalani kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 4 November 2022.

Askhalani menyebutkan, kasasi ke Mahkamah Agung perlu dilakukan dengan tujuan untuk mencari pembuktian hukum dari dakwaan-dakwaan yang disampaikan oleh JPU, selain temuan hasil proses galian informasi terkait ini.

"Makanya vonisnya berbeda, ada yang empat tahun, ada yang bebas dan ada yang tidak. Karena memang pembuktiannya, jadi unsurnya tidak mungkin pengguna anggaran ini tidak tahu atau tidak ikut serta," jelas dia.

Sebab, kata dia, yang mengetahui perkara tersebut sudah pasti pengguna anggaran. Sehingga ada sesuatu hal yang melatarbelakangi kenapa kemudian silang pendapat kesimpulan dari majelis hakim.

Disisi lain, kata Askhalani, pembuktian dakwaan-dakwaan JPU itukan sama sebenarnya. Dimana Keempat-empatnya sama melakukan dugaan tindak pidana korupsi yang sama.

Dia menjelaskan, JPU perlu melakukan upaya hukum lain yaitu kasasi pada MA. Sehingga dapat diambil kesimpulan ada nggak secara bukti keterangan hukum yang bisa dibuktikan bisa menjadi dalil bahwa yang diajukan atau disampaikan dalam dakwaan oleh JPU terbukti di pengadilan.

Tapi yang jelas salah satu cara untuk membutikan apakah dalil yang disampaikan oleh JPU dan dakwaannya sudah cukup, baik dakwaan primer maupun sekundernya terpenuhi atau tidak yakni kasasi ke Mahkamah Agung," jelasnya.

Dia mengatakan, Jaksa di bidang pengawas di Kejati Aceh perlu juga melakukan evaluasi terhadap JPU-nya. Supaya JPU mampu bekerja secara proporsional dalam menangani perkara dan betul-betul serius.

"Jangan-jangan dakwaannya emang samir tidak bisa dibuktikan, asal-asal oleh JPU. Makanya dalam vonisnya majelis hakim membebaskan satu orang, karena memang dua alat bukti tidak cukup, kemudian dakwaannya juga tidak tepat," ujarnya.