Kelanjutan Pembangunan IPAL Banda Aceh Tergantung Hasil Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan

Pertemuan terkait IPAL Banda Aceh di kantor Ombudsman Aceh. Foto: ist.
Pertemuan terkait IPAL Banda Aceh di kantor Ombudsman Aceh. Foto: ist.

Asisten II Pemerintah Kota Banda Aceh, Syamsuar, mengatakan pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) sangat bermanfaat bagi publik. Namun karena terjadi protes dari beberapa kalangan, sehingga dihentikan sementara.


"Pembangunan IPAL tersebut sudah mencapai sekitar 80 persen, namun karena ada pro dan kontra terkait temuan makam kuno di lokasi tersebut, jadi kita hentikan sementara," kata Syamsuar dalam rapat bersama Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh, Selasa, 20 April 2021.

Rapat yang di pimpin langsung oleh Kepala Ombudsman Aceh, Taqwaddin Husin, diikuti juga dari berbagai kalangan setuju dan tidaknya terhadap pembangunan IPAL tersebut. 

Sebagaimana diketahui, sebelumnya pihak Ombudsman RI Perwakilan Aceh sudah beberapa kali turun langsung ke lapangan melakukan investigasi ke lokasi IPAL secara door to door melakukan serangkan interview dengan beberapa instansi terkait.

Hadir dalam rapat tersebut di antara Asisten II Pemko Banda Aceh mewakili Wali Kota, Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Ketua MPU Banda Aceh, BPN Kota Banda Aceh LSM Mapesa, LSM Darud Dunia, dan para aktifis lainnya.

"Kita berharap, dengan adanya rapat di Ombudsman akan ada hasil yang terbaik masalah IPAL tersebut," kata Syamsuar.

Kadis Perkim Kota Banda Aceh, Djalaluddin, dalam paparannya di hadapan para peserta rapat menyebutkan bahwa sebelumnya tidak diketahui adanya makam kuno disekitar proyek strategis nasional (PSN) tersebut, setelah dilakukan pengerukan, baru pada kolam ke lima ditemukan enam pusara makam kuno tersebut. Dan terjadi penolakan pembangunan lanjutan kegiatan dari beberapa kalangan.

Budayawan Aceh, Nab Bhany, mengatakan adanya miskomunikasi selama ini antara pemerintah dengan masyarakat, sehingga masyarakat berpendapat tidak sesuai dilokasi tersebut dibangun IPAL.

"Sebelum melihat langsung ke lokasi, saya tergiring dengan opini" kata Nab Bhany. Namun setelah melihat langsung, kata dia, tidak seperti yang muncul dalam polemik.

Menanggapi polemik yang terjadi terkait IPAL selama ini, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Nurmantias, mengatakan perlu dilakukannya analisis dampak terhadap warisan budaya.

Nurmantias mengatakan pembuatan tambak di sekitar Gampong Pande sebenarnya juga telah mengeksploitasi terhadap situs sejarah. Karena di dalam tambak juga banyak ditemukan batu nisan kuno. Mengenai pemindahan situs cagar budaya, di daerah lain juga pernah terjadi. Karena alasan tertentu, sehingga situs tersebut dipindahkan ke tempat lain.

"Untuk kasus IPAL saat ini, kami memandang perlu dilakukannya analisis heritage impact assesment. Sehingga apapun hasilnya nanti harus kita terima bersama. Apakah dilanjutkan atau dihentikan," kata Nurmantias.

Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Arif Khalifah, mengatakan saat ini pembangunan IPAL tetap harus lanjut, tapi bersyarat. Arif juga menyebutkan bahwa Pemko dan DPRK sangat teebuka dengan berbagai kritikan, karena pihaknya juga tidak ingin merusak cagar budaya dan situs sejarah.

"Kita harus saling tabayyun, dengan menyampaikan bukti-bukti yang ada. Alasan menolak harus jelas," kata Arif. Menurut Arif, mengenai masalah IPAL tidak terlepas dari tingkat elevaluasi. Jadi tidak bisa sembarang tempat.

Pihak LSM Mapesa dan LSM Darud Dunia yang selama ini getol melakukan penolakan terhadap IPAL di lokasi tersebut juga meminta dilakukannya heritage impact assesment. 

"Mapesa tetap pada prinsip dasar, jika nanti IPAL terus dilanjutkan itu terserah pada Pemko. Pada dasarnya, Mapesa tidak menolak pembangunan," kata Masykur.

Aktifis lingkungan, TM Zulfikar, mengatakan berharap segera adanya solusi terkait masalah IPAL Banda Aceh yang sudah lama terhenti.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin, mengingatkan bahwa perlu segera dilakukannya heritage impact assesment di lokasi pembangunan IPAL tersebut. Kedua, perlu adanya edukasi dan sosialisasi terkait IPAL kepada masyarakat. 

Selanjutnya, kata dia, perlu adanya tim terpadu. Dan yang terakhir perlu adanya manajemen media oleh Pemko terkait IPAL tersebut.

"Kami berharap, hasil dari kesimpulan rapat ini segera ditindaklanjuti oleh Pemko. Nanti Ombudsman akan merumuskan ini ke dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) yang merupakan hasil dari berbagai kegiatan investigasi atas prakarsa sendiri oleh Ombudsman," kata Taqwaddin.

Taqwaddin menjelaskan LAHP tersebut merupakan produk hukum yang mengikat dan wajib dijalankan oleh Pemko Banda Aceh nantinya.