Kenaikan Angka Kemiskinan Bukti Penyalahgunaan Anggaran

Rumah milik Islamiah, warga Aceh Utara. Foto: AJNN.
Rumah milik Islamiah, warga Aceh Utara. Foto: AJNN.

Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Aceh, Taufiq A Rahim menilai, kenaikan angka kemiskinan di Aceh menjadi 15,43 persen atau sebesar 833.910--mengalami kenaikan sebanyak 19.000 orang--dibandingkan dengan data pada Maret 2020, membuktikan penyalahgunaan anggaran. 


“Atau tidak dimanfaatkan belanja publik secara benar. Dan hal itu berimplikasi kepada kehidupan riil masyarakat,” kata Taufiq, Rabu, 17 Februari 2021. 

Taufiq mengatakan Pemerintah Aceh tidak tidak efektif dan tepat sasaran dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020. Padahal, jumlah uang yang dikelola mencapai Rp 17 triliun. 

Taufiq juga menganggap Pemerintah Aceh tidak mampu menggunakan dana refocusing Aceh, sekitar Rp 2,7 triliun, sebagai instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat. Padahal, kata dia, dalam menghitung kemiskinan, indikator perhitungan yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) adalah perumahan, bensin dan listrik. 

“Ini merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari," kata Taufiq.

Taufiq mengatakan jika ini menjadi pertimbangan penilaian dan evaluasi, maka menunjukkan bahwa pejabat dan Pemerintah Aceh sama sekali tidak berpikir mengatasi serta menyelesaikan kesusahan kehidupan rakyat selama masa pandemi Covid-19. 

Bahkan Taufiq mengindikasikan sikap menang sendiri elit politik di Aceh. Mereka, kata Taufiq, hanya sibuk dengan acara-acara seremonial yang menghamburkan anggaran belanja publik tapi tidak bermanfaat terhadap masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. 

Apapun alasan pemerintah, kata Taufiq, angka statistik dan kuantitatif kemiskinan di Aceh hari ini membuktikan bahwa jumlah orang miskin di Aceh bertambah. Ini adalah bukti empirik. Di saat Pemerintah Aceh seharusnya fokus mengatasi kesulitan ekonomi, Taufiq mengatakan pejabat di Aceh sibuk dengan urusan yang tidak pasti dengan alasan mencari investor. 

"Sementara investor yang pernah ada pergi atau hengkang ke luar tidak bertahan. Semua aktivitas ke luar yang digunakan menggunakan dana publik. Uang perjalanan dinas, atau ada rombongan pengusaha atau politikus tertentu yang memanfaatkan jabatan Gubernur Aceh untuk melancong ke luar negeri," kata Taufiq.