Ketua DPR Aceh Pertimbangkan Pembentukan Qanun Penanganan Pengungsi Luar Negeri

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya. Foto: ist.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya. Foto: ist.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya, mempertimbangkan pembentukan qanun tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. Dia mengaku akan menyampaikan pembentukan qanun itu ke Badan Legislasi (Banleg).


"Jadi nanti kita akan coba sampaikan ke Banleg untuk diminta kaji terlebih dahulu terhadap usulan qanun tersebut," kata Pon Yaya kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 17 November 2022.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Aceh meminta Pemerintah Aceh membentuk suatu Qanun yang mengatur tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. 

"Qanun ini nantinya bisa menjadi dasar hukum saat memberikan bantuan kepada para pengungsi luar yang datang," ujar Koordinator Layanan Fungsi Penegakan HAM Komnas HAM Aceh Mulia Robby Manurung kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 17 November 2022.

Menurut Robby, walaupun sebenarnya penanganan pengungsi luar negeri menjadi tanggung jawab United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), namun penanganan pengungsi membutuhkan respon cepat. Qanun Aceh ini nantinya juga dapat diikuti oleh pemerintah kabupaten dan kota untuk membentuk qanun sebagai turunan Qanun Aceh.

Kedatangan tiba - tiba pengungsi luar negeri, seperti Rohingya dalam dua hari terakhir membutuhkan respon cepat. Hal tersebut perlu dilakukan sambil menunggu datangnya lembaga terkait seperti UNHCR.

"UNHCR hadir, karena memang tanggung jawab mereka untuk mencari negara ketiga," ujar Robby.

Robby mengatakan, Komnas HAM juga memahami bahwa Aceh belum siap menjadi daerah tempat penampungan pengungsi Rohingya. Hal ini berbeda dengan Pekanbaru , dimana daerah tersebut sudah ditetapkan sebagai daerah penampungan pengungsi dari luar negeri.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang memiliki peraturan Presiden nomor 125 tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk  memberikan pelayanan dan fasilitas, sembari menunggu negara pihak ketiga yang akan difasilitasi oleh UNHCR. 

"Sebagai negara yang didatangi kita harus memberikan hak dasar seperti makanan dan tempat sementara atau lainnya, jadi tidak boleh kita menolak mereka," ujar Robby.

Sementara itu, Kepala Komnas HAM Aceh Sepriady Utama yang dihubungi secara terpisah mengatakan secara prinsip pengungsi etnis Rohingnya tetap harus ditangani sesuai dengan Perpres Nomor 125 tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri 

"Tentu kami tetap akan memonitor dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan atau pihak terkait untuk memantau penanganan pengungsi Rohingya tersebut," ujar Sepriady.