Kiara Desak Perbaikan Tata Kelola Lobster

Benih lobster bening alias benur. Foto: samudraindonesia.
Benih lobster bening alias benur. Foto: samudraindonesia.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Susan Herawati, meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia memperbaiki tata kelola lobster. Susan meminta kementerian itu memastikan status lobster di Indonesia, apakah fully oxploited, over exploited, atau masih dapat ditangkap.


“Kejelasan mengenai data status benih lobster di Indonesia sangat penting karena selama ini KKP tidak memilikinya sebagai dasar pengambilan keputusan. Perlu ada data terbaru dari status pengelolaan sumber daya ikan yang dipublikasi KKP pada 2017 lalu. Penting untuk merumuskan kebijakan publik,” kata Susan dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Maret 2021. 

Sebelumnya, kata Susan Menteri KKP, Wahyu Sakti Trenggono, menyampaikan rencana menghentikan kebijakan ekspor benih lobster yang dijalankan oleh Menteri KP sebelumnya, Edhy Prabowo. Trenggono menyebut benih lobster adalah kekayaan bangsa dan alam Indonesia yang hanya boleh dibudidaya sampai kemudian ukuran konsumsi karena nilai tambah ada di ukuran konsumsi. 

Susan menyebut rencana pelarangan ekspor lobster merupakan langkah baik. Hanya saja, rencana ini perlu dibuktikan dengan keberanian untuk mencabut Permen KP No. 59 Tahun 2020 yang menjadi dasar ekspor benih lobster. 

Menteri KP juga harus melakukan perbaikan tata kelola lobster secara menyeluruh. Permen KP inilah yang menjadi dasar ekspor benih lobster di Indonesia yang sangat massif.

Setelah mencabut Permen No. 59 Tahun 2020, menurut Susan, KKP harus segera melakukan pendataan dengan sangat baik dan detail mengenai status ketersediaan benih lobster di Indonesia dengan melibatkan Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan). 

Jika KKP serius melarang ekspor benih lobster, perlu ada pendataan yang jelas mengenai sentra-sentra budidaya lobster di seluruh Indonesia yang dikelola oleh nelayan atau pembudidaya skala kecil atau tradisional di Indonesia. Nelayan dan pembudidaya skala kecil atau tradisional harus menjadi aktor utama dalam narasi budidaya atau pembesaran benih lobster. 

Susan mengatakan jika KKP mendorong budidaya atau pembesaran lobster dengan menempatkan pengusaha sebagai aktor utama, maka mereka akan mengulangi kesalahan besar seperti yang dilakukan Edhy Prabowo. 

“Menteri KP yang lalu memperkuat para pengusaha dan melemahkan nelayan dan pembudidaya skala kecil atau tradisional,” kata Susan.

Kiara juga mendesak KKP untuk serius memperkuat koperasi-koperasi nelayan yang selama ini terbukti menjadi wadah bagi pengembangan sosial-ekonomi para nelayan dan pembudidaya skala kecil atau tradisional dalam mengembangkan usaha budidaya lobster. Ini adalah mandat dari UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. 

Langkah itu harus dilakukan dengan pendataan koperasi nelayan dan pembudidaya skala kecil atau tradisional. Kemudian, mereka diperkuat dan difasilitasi untuk memperbaiki tata kelola lobster di Indonesia secara menyeluruh.