KIP Aceh Tidak Berhak Tetapkan Penundaan Pilkada 2022

Rapat koordinasi KIP Aceh dengan DPR Aceh di Gedung Parlemen Aceh. Foto: Fakhrurrazi.
Rapat koordinasi KIP Aceh dengan DPR Aceh di Gedung Parlemen Aceh. Foto: Fakhrurrazi.

Praktisi hukum dan Wakil Ketua Umum DPP Peradi Pergerakan, Imran Mahfudi, mengatakan Komisi Independen Pemilihan Aceh tidak berwenang menetapkan penundaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2022. 


Penetapan itu dinyatakan lewat Keputusan KIP Aceh Nomor: 10/PP.01.2-Kpt/11/Prov/IV/2021 Tanggal 2 April 2021 Tentang Penundaan Pelaksanaan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam Provinsi Aceh Tahun 2022 sebagaimana Keputusan Komisi Independen Pemilihan Aceh Nomor 1/PP.01.2-Kpt/11/Prov/I/2021. 

“Keputusan itu tidak sesuai dengan ketentuan pasal 104 Qanun Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota,” kata Imran dalam keterangan tertulis, Ahad, 11 April 2021.

Imran mengatakan berdasarkan ketentuan pasal tersebut, KIP Aceh tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan penundaan Pilkada. KIP Aceh hanya berwenang untuk mengusulkan kepada Gubernur Aceh melalui Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. 

Selanjutnya, Gubernur Aceh mengajukan permohonan kepada Presiden dengan tembusan Menteri Dalam Negeri. Kewenangan untuk menunda seluruh tahapan Pilkada, kata Imran, berada di tangan Presiden. 

“Jika disetujui, presiden akan mengeluarkan keputusan untuk menunda seluruh tahapan pilkada, lantas KIP Aceh menindaklanjuti dengan sebuah keputusan,” kata ImranAceh.

Imran mengingatkan bahwa urusan penundaan, KIP Aceh hanya berwenang untuk mengusulkan, bukan memutuskan. Keputusan itu merupakan kewenangan presiden untuk dilaksanakan oleh KIP Aceh. 

Tindakan KIP Aceh yang langsung menetapkan penundaan Pilkada sebelum ada keputusan presiden, kata Imran, melampaui kewenangan dan bertentangan dengan Qanun Pilkada.

 Di samping ikhwal kewenangan, dalam keputusan tentang penundaan pilkada, KIP Aceh juga tidak menjelaskan alasan penundaan pilkada, seperti lazimnya sebuah keputusan. Pada bagian konsideran menimbang, kata Imran, hal ini alasan-alasan hukum penentuan sebuah keputusan harus dicantumkan.

 “Jadi alasan ketiadaan anggaran yang disampaikan oleh KIP Aceh sebagai alasan penundaan itu tidak jelas. Karena dalam dokumen resmi keputusan itu, alasan itu sama sekali tidak tercantum, baik dalam keputusan maupun surat KIP Aceh yang dikirimkan ke DPRA,” kata Imran.