Kisah Anak Jalanan di Aceh, Kini Jadi Pengusaha

Takdir di Toko Jam, Ulee Kareng Banda Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Takdir di Toko Jam, Ulee Kareng Banda Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

TANGAN itu tampak sibuk membersihkan arloji, sesekali dia memandang menatap detail jam tangan lalu menaruhnya kembali kedalam lemari khusus. Di sana ada ratusan jam tangan bernilai puluhan ribu hingga jutaan.


“Kita pastikan jam tangan yang sampai ke pelanggan terjaga kualitasnya,” ujar Takdir kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 20 Januari 2023.

Siapa sangka usaha arloji dengan nama Berkat Mandiri yang beralamat di Ulee Kareng, Banda Aceh ini telah mengantarkan Takdir (33) untuk berdikari di kaki sendiri. Ya, setiap anak memang tidak bisa memilih harus lahir dari rahim orang tua mana, begitu juga dengan pilihan hidup, semua telah diatur sesuai porsi masing-masing.

Namun, sebuah pepatah “usaha tidak pernah menghianati hasil” dibuktikan Takdir, ketekunan dan kerja keras yang dia lakukan telah mengantarkannya menjemput impian untuk hidup lebih baik. Belasan tahun lalu, Dinas Sosial membawa Takdir yang kala itu masih menjadi anak jalanan untuk tinggal di rumah singgah. Dia bersama anak lainnya kemudian di bina dengan penuh kasih sayang selayaknya anak sendiri.

“Pengasuh dengan sepenuh hati menjaga agar kami tidak lagi kembali ke jalanan,” sebutnya.

Waktu berlalu Takdir kemudian dipindahkan ke Panti Asuhan di Lampuuk yang jauh sekali aksesnya dengan kota, agar anak-anak itu tidak melarikan diri dari panti.

Di Panti tersebut pula, Takdir diberikan pelatihan penguatan skil sesuai bidang yang diminati, Takdir juga di sekolahkan. Tak lupa bekal agama didalami oleh pria berdarah Pidie ini.

Rutinitas harian dilewati Takdir, dia bersama anak-anak lain mengawali pagi dengan menghabiskan sarapan, lalu bergegas menemui pengasuh untuk mengambil uang saku sekolah. Sepulang sekolah kembali pada rutinitas biasanya, seperti istirahat, olahraga, mengaji, les tambahan. Kegiatan itu rutin dilakukan saban harinya.

Kembali di Uji Musibah Tsunami

Waktu berlalu, musibah hidup kembali mengubah jalan Takdir saat bencana tsunami menerjang Aceh, mengancam hampir seluruh kabupaten kota di Aceh seperti di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Barat, Aceh Jaya, dan beberapa wilayah di Aceh bagian timur seperti Pidie, Bireuen dan Lhokseumawe. Selain korban jiwa, tsunami berdampak pada kerugian di sektor pendidikan, konstruksi pertanian, perkebunan, dan perikanan.

“Bencana yang terjadi pada 24 Desember 2006, juga memukul rata bangunan panti asuhan yang saat itu berlokasi di Desa Lampuuk, Lhoknga, Aceh Besar,” kejadian tersebut tidak pernah lekang dalam ingatan, Takdir.

Saat itu Takdir sedang sarapan pagi dihari minggu bersama teman-teman, dengan cepat setelah gempa bumi air gelombang naik menghantam permukiman.

“Setelah tsunami terjadi, saya kembali lagi ke pantai, namun rumah kami di panti itu sudah rata dengan tanah, semua orang sudah meninggal dunia, yang selamat hanya sembilan orang,” kenang Takdir yang saat bencana tsunami terjadi dirinya masih duduk dikelas 2 Sekolah Menengah Pertama.

Pasca Musibah Tsunami

Di kampungnya Takdir punya tekad untuk menekuni dunia bisnis, dia kemudian mengikuti jejak paman, ikut sampai ke Kota Metropolitan. Belajar bisnis siang dan malam, segala kesempatan ilmu ditelan habis-habisan untuk membiasakan diri terhadap resiko kegagalan.

Hingga pada suatu momen, dia membulatkan niat untuk keluar dari zona nyaman, menjual motor kesayangan, pulang ke Aceh untuk membuka usaha, melewati berbagai haling lintang dunia jualan, lalu kini berhasil mandiri melalui usaha arloji.

"Sedih sekali harus melepas motor, harta saya satu-satunya," ujarnya.

Takdir berharap, bantuan yang diberikan oleh Negara dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk mendukung anak-anak negara, “yang terbaik buat merekaa, lebih terarah saat menjalani hidup kedepannya, jangan sampai mereka mengingat masa lalu kelam,” Suara Takdir seolah tertahan, matanya berkaca-kaca menatap langit-langit toko lalu tersenyum.