KNIL, Cikal Bakal Tentara Nasional Indonesia

Ilustrasi: net.
Ilustrasi: net.

Sejarah berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak bisa dilepaskan dari keberadaan pasukan Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) bentukan Belanda. Sama seperti tentara Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang, tentara KNIL yang berdiri lebih dulu di Indonesia menjadi bagian utama dalam cikal bakal TNI yang pada awal berdirinya bernama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).


Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) merupakan salah satu kesatuan militer modern yang paling tua usianya. Ada beragam versi waktu pendirian KNIL. Ada yang menyebutkan bahwa KNIL berdiri 10 Maret 1830. Versi lain mengatakan,  KNIL berdiri 4 Desember 1830. Namun, ada pula yang mengatakan sebenarnya KNIL sudah terbentuk sejak 28 Agustus 1814.

Data terbaru menyebut KNIL terbentuk pada 14 September 1814.  Hal itu mengacu pada dokumen yang tertera di monumen di Bronbeek, Amsterdam, Belanda, yang mengabadikan usia KNIL sudah direvisi dari penyebutan kurun waktu 1830-1950 menjadi 1814-1950.

Perubahan itu dilakukan setelah muncul hasil riset Letkol (tituler) Willem L Plink yang meyakini KNIL sudah lahir sejak 14 September 1814, bukan 4 Desember 1830 yang mengacu pada Algemeene Orders voor het Nederlandsch-Oost-Indische Leger dari Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch.

KNIL adalah angkatan perang kolonial Hindia Belanda (wilayah nusantara dulu sebelum bernama Indonesia). KNIL memiliki unit angkatan udaranya sendiri yang bernama Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger dan beberapa elemen Angkatan Laut Kerajaan Belanda juga ditempatkan di Hindia Belanda.

Meskipun KNIL melayani pemerintahan Hindia Belanda namun banyak anggotanya yang berasal dari pribumi Hindia Belanda, orang-orang Afrika dari Guinea Belanda (Belanda Hitam), dan orang-orang Indo-Belanda.

Menurut sejarawan Belanda GG de Jong yang ditulis ulang oleh Sejarawan Ong Hok Ham dalam buku Wahyu yang Hilang Negeri yang Guncang (2018), menyebutkan, sebenarnya KNIL hanya merupakan suatu kekuatan kepolisian yang ditingkatkan. KNIL bukan kekuatan militer untuk menghadapi perang internasional atau perang modern. Pasukan KNIL dibentuk oleh pemerintah kolonial untuk menghadapi perlawanan lokal.

"KNIL hanya berfungsi untuk menghadapi kerusuhan dalam negeri," kata Ong Hok Ham seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Selasa, 4 Mei 2021.

Penulis buku sejarah Petrik Matanasi dalam buku berjudul Pribumi Jadi Letnan KNIL menyebutkan, kekuatan pasukan KNIL berkisar 5.000-6.000 orang. Satuan ini terdiri atas Korporaalschappen dengan 12 orang prajurit dipimpin oleh seorang kopral. Kemudian Sergeantschappen terdiri dari dua Korporaalschappen. Dua sampai lima Sergeantschappen bisa menjadi sebuah barisan sendiri dengan pimpinan seorang letnan dua.

Menurut Petrik, prajurit KNIL sebagian besar adalah orang-orang pribumi Indonesia sebagai prajurit rendahan. Meskipun ada yang menjadi perwira, jumlahnya tidak seberapa dibandingkan dengan tentara Belanda.

Pemuda Indonesia yang menjadi perwira KNIL umumnya berasal dari keluarga terpandang. Mereka punya pendidikan yang cukup baik pada zaman kolonial. Meskipun gaji perwira KNIL dari pribumi dan Belanda sama, namun jenjang karier untuk pribumi terbatas. Pangkat tertinggi perwira KNIL dari golongan pribumi hanya mentok sampai pangkat letnan kolonel.

Selain merekrut orang-orang Belanda dan pribumi, Pemerintah Kolonial Belanda juga merekrut serdadu bayaran dari wilaya Eropa. Misalnya dari Prancis, Belgia, Jerman dan Swiss. Ada pun pada saat itu (tahun 1870), prajurit Eropa mendapatkan penghasilan setara dengan bayaran buruh pabrik selama 1 tahun.

Dalam struktur KNIL, komando tertinggi dipegang Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang merupakan panglima tertinggi (opperbevelhebber) militer. Di bawahnya ada seorang Komandan Angkatan Darat yang merangkap jabatan sebagai Kepala Department van Oorlog (Departemen urusan Peperangan) dengan pangkat letnan jenderal.

Masih menurut Petrik, mulanya KNIL dibentuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda Graaf Johannes van den Bosch hanya untuk di wilayah Jawa saja. Namun seiring waktu, kebutuhannya meluas sehingga perlu lebih banyak pasukan. Lantaran orang Belanda jumlahnya lebih sedikit, akhirnya sebagian besar pasukan diambiil dari orang-orang pribumi.  

Dokrin pendidikan KNIL mengajarkan agar orang-orang pribumi (Indonesia) dalam KNIL wajib berani berhadapan dengan pribumi yang memberontak terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Dalam sejarahnya, KNIL mampu menghadang berbagai perlawanan warga lokal yang terjadi di seluruh wilayah Hindia Belanda.

Dari seluruh serdadu Eropa, persentase orang Belanda adalah 61 persen dan sisanya, 39 persen, dari negara tetangganya. Komposisi orang Eropa selain Belanda meliputi 30 persen orang Belgia, 30 persen orang Jerman, orang Swiss sebanyak 20 persen, 12 persen orang Prancis dan sisanya 8 persen lagi dari negara lain.

Pada tahun 1830, tercatat jumlah bintara pribumi ada 60 persen. Sedangkan perwiranya hanya 5 persen dari jumlah seluruh perwira.

Tokoh Indonesia yang pernah menjadi anggota KNIL pada saat menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, di antaranya adalah Mangkunegara VII, Sultan Hamid II, Oerip Soemohardjo, Alex Kawilarang, Abdul Haris Nasution, Gatot Soebroto, dan Tahi Bonar Simatupang. Tokoh-tokoh KNIL ini kelak yang memegang peranan penting dalam pengembangan dan kepemimpinan di dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI).