Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dari Partai Aceh (PA), Yahdi Hasan mengatakan draft revisi Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat sudah difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Selanjutnya Revisi Qanun tersebut rencananya segera diparipurnakan pada akhir tahun 2022.
"Qanun sudah difasilitas Mendagri. Harusnya dalam tahun ini sudah di paripurnakan," ujar Yahdi Hasan kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jum'at 16 Desember 2022.
Menurut Yahdi, dalam Qanun yang sudah direvisi, pelaku dan predator seks akan ditempatkan pada posisi yang sangat berat. Hal tersebut bertujuan untuk memberi efek jera dan menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.
"Jelas Qanun itu akan kita perberatkan ke pelaku, di mana masa kurungan juga ditambah, cambuk juga dan denda emas juga ditambah di sana, efek jeranya sangat signifikan sekali untuk para pelaku," kata Yahdi.
Anggota dari Fraksi Partai Aceh (PA) ini juga sangat menyayangkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh saat ini semakin hari semakin bertambah.
Sebelumnya, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh juga telah melakukan pertemuan dengan Direktorat Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta fasilitasi Qanun Jinayat dipercepat.
Rombongan dipimpin Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, didampingi anggota Dahlan Jamaluddin, Samsul Bahri bin Amiren alias Tiyong, dan Taufik. Sementara dari Pemerintah Aceh, hadir Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Emk Alidar.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Komisi I DPR Aceh diterima langsung oleh Kepala Sub Direktorat Wilayah I pada Direktorat Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal otonomi Daerah Kemendagri, Slamet Endarto.
"Pertemuan hari ini merupakan agenda lanjutan dari tahapan perubahan Qanun Hukum Jinayat Aceh yang telah kita finalkan dan RDPU di DPR Aceh tiga minggu lalu," kata Iskandar Usman kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 29 November 2022.
Menurut Iskandar, fasilitasi merupakan salah satu tahap wajib yang harus dilewati oleh pemerintah daerah ketika membentuk produk hukum daerah baik saat membuat qanun dari awal maupun ketika melakukan perubahan.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan, setiap pembentukan produk daerah, kalau di Aceh namanya qanun atau pergub wajib melakukan fasilitasi ke Mendagri sebelum dilakukan pengesahan," katanya.
Politikus Partai Aceh (PA) ini menjelaskan, bahwa perubahan Qanun Jinayat itu berangkat dari semangat melindungi korban kekerasan seksual di Aceh khususnya, mengingat angka kasus kekerasan seksual di Aceh masih sangat tinggi.
Iskandar menyebutkan, dalam perubahan tersebut ada beberapa hal yang dibahas, diantaranya merumuskan hukuman yang berat. Dimana selain dicambuk atau denda pelaku kekerasan seksual juga akan ditambah dengan hukuman penjara.
"Jadi rumusan hukuman bukan lagi alternatif namun menjadi akumulatif. Kemudian yang kedua pada perubahan ini kita pertegas tanggung jawab pemulihan untuk korban baik secara fisik maupun non fisik," jelasnya.
Bekas anggota Komisi V DPR Aceh ini menuturkan, pihak Kemendagri sangat mengapresiasi langkah dan semangat Komisi I DPRA terhadap revisi Qanun Jinayat tersebut.
Selanjutnya tim dari Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah akan segera mempelajari baik secara substansi maupun secara legal drafting dan bakal segera menyampaikan hasil fasilitasi baik secara langsung maupun secara tertulis nantinya.
Dia menambahkan, pada revisi Qanun Hukum Jinayat ini, Komisi I DPR Aceh bersama dengan tim Pemerintah Aceh melakukan perubahan terhadap 12 Pasal yaitu Pasal 1 angka 27, Pasal 4 ayat (4) dan (5), Pasal 16 Pasal 25 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 67.
Sedangkan jumlah Pasal yang ditambah sebanyak 7 Pasal, dan 1 angka, serta 2 ayat, yaitu Pasal 1 angka 41, Pasal 33 ayat (1a) dan ayat (2a), Pasal 50A, Pasal 51 ayat (4), Pasal 51A, dan Pasal 51B.
"Harapan kita bisa diselesaikan pengesahannya akhir tahun ini, maka kita minta Kemendagri bisa mempercepat proses fasilitasi ini. Tadi mereka juga sampaikan akan mengundang Komisi I untuk rapat kordinasi lanjutan," ujarnya.
- Bekas Anggota DPR Aceh Didakwa Korupsi Beasiswa Rp 3,5 Miliar
- Komisi V DPRA Kritik Rencana Pergeseran Masa Tanam Petani Aceh Besar Demi PON
- DPR Aceh: APBA 2024 Jangan Hanya Masalah Bagi-bagi Kue