KontraS Aceh: Keppres TPPHAM Ibarat Buah yang Ditunggu Korban, tapi Kecut

Logo KontraS. Foto: KontraS.org.
Logo KontraS. Foto: KontraS.org.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menilai Keputusan Presiden (Keppres) 17 Tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Non-Yudisial (TPPHAM) terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui mekanisme non yudisial atau tidak melalui peradilan, sama sekali tidak memberikan dampak positif bagi korban.


"Ternyata mekanisme penyelesaian yang dikeluarkan oleh pemerintah itu ibarat buah yang ditunggu oleh korban tapi bukan buah manis, tapi buah kecut," kata Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 3 November 2022.

Husna menjelaskan, terkait mekanisme non yudisial, sebenarnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) sekalipun itu tidak dikenal mekanisme non yudisial. 

"Tapi yang dikenal adalah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan itu merupakan mekanisme non yudisial. Maka kalau pemerintah serius yang harus dilakukan adalah membentuk KKR Nasional," ujarnya.

KontraS Aceh, kata Husna, memiliki banyak catatan terkait Kepres 17 Tahun 2022 ini. Dimana dalam susunan lampiran Keppres itu, ada tim pengarah dan tim pelaksananya. Dari 12 orang yang di dalam tim pelaksana itu dua nama diantara sedikit memiliki catatan hitam. 

"Misalnya, As'ad Said Ali pernah menjadi Wakil Kepala BIN dan sempat menjabat Kepala BIN juga. Bahkan dalam kasus pembunuhan Munir, cukup banyak disebut dalam persidangan. Lalu Harkristuti itu dari militer," kata Husna.

Husna menyampaikan, dalam Keppres itu juga disebutkan terkait pengungkapan. Namun kata pengungkapan tidak disatukan dengan kebenaran. Sehingga hal ini menjadi pertanyaan pihaknya, pengungkapan seperti apa yang mau dilakukan. 

"Karena dia itukan harus menyeluruh dan komprehensif. Ternyata dibagian pengungkapan ini hanya berfokus pada peristiwa berfokus pada korban. Tapi tidak menyebutkan pelaku di Keppres itu, inikan masalah," tuturnya.

Disisi lain, kata dia, tenggat waktu atau masa kerja dari tim ini terlalu singkat yakni sampai 31 Desember 2022 mendatang. Meskipun di poin selanjutnya disebutkan bahwa itu Keppres itu bisa diperpanjangkan.

"Tapi siapa yang berani menjamin akan diperpanjang, waktukan sangat pendek untuk mengungkapkan yang tadi disebutkan," jelasnya.

Dia mengatakan, seharusnya pemulihan-pemulihan yang didapat oleh korban, seperti rehabilitasi fisik. Disamping itu korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu itu juga meliputi dan mengalami kekerasan seksual.

Sementara pemulihan terhadap korban kekerasan seksual di masa lalu sangat fisik, tidak pemulihan psikososial dan trauma. Hal inilah yang kemudian juga harus jadi catatan bagi pemerintah.

"Karena ini non yudisial, maka kebijakan ini dikhawatirkan ada banyak sekali titik rawan. Kita khawatir pemerintah nanti menganggap selesai atau cuci tangan terhadap kasus-kasus pelanggatan HAM berat ini, karena merasa sudah diselesaikan melalui mekanisme non yudisial tadi," ujar Azharul Husna.

Dalam berita sebelumnya, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Non-Yudisial atau Tim PPHAM. Keppres ini ditetapkan atau ditandatangani oleh Jokowi pada 26 Agustus lalu.

Dari salinan Keppres yang diperoleh Kantor Berita RMOLAceh, Kamis 3 November 2022, alasan tim ini dibentuk karena pemerintah menilai bahwa hingga saat ini pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu belum terselesaikan secara tuntas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Sehingga untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu secara independen, objektif, cermat, adil dan tuntas, diperlukan upaya alternatif selain mekanisme yudisial. Upaya alternatif ini untuk mengungkapkan pelanggaran yang terjadi, guna mewujudkan penghargaan atas nilai hak asasi manusia sebagai upaya rekonsiliasi untuk menjaga persatuan nasional;

Dalam Keppres tersebut, tim PPHAM nantinya berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Ada sejumlah tugas yang akan menanti tim ini. Tugas tersebut yaitu melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sampai dengan tahun 2020.

Kemudian merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Adapun rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarganya nantinya dapat berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa dan rekomendasi Iain untuk kepentingan korban atau keluarganya.

Tim ini dibagi menjadi dua yaitu, tim pengarah dan tim pelaksana. Tim Pengarah terdiri atas Menteri Koordinator Bidang Politik,  Hukum, dan Keamanan (Ketua), Ketua Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Wakil Ketua). Lalu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Sosial dan Kepala Staf Kepresidenan, masing - masing sebagai anggota.

Sedangkan tim pelaksana terdiri dari Makarim Wibisono (Ketua), Ifdhal Kasim (Wakil Ketua), Suparman Marzuki (Sekretaris). Selain itu ada juga  sejumlah orang lainnya sebagai anggota yaitu Apolo Safanpo, Mustafa Abu Bakar, Harkristuti Harkrisnowo, As'ad Said Ali, Kiki Syahnakri, Zainal Arifin Mochtar, Akhmad Muzakki, Komaruddin Hidayat dan Rahayu.

Dalam Keppres ini, tim pengarah mempunyai tugas memberikan arahan kebijakan kepada tim pelaksana, melakukan pemantauan terhadap perkembangan pelaksanaan tugas tim pelaksana dan menetapkan rekomendasi. 

Sedangkan tim pelaksana mempunyai tugas antara lain melakukan pengungkapan dan analisis pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komnas HAM sampai dengan tahun 2020, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atau keluarganya, mengusulkan rekomendasi untuk mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang dan menyusun laporan akhir.

Dalam Keppres ini juga dijelaskan bahwa pengungkapan dan analisis pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu  dilakukan dengan mengungkap peristiwanya. Pengungkapan tersebut meliputi, latar belakang, sebab akibat faktor pemicunya, identifikasi korban dan dampak yang ditimbulkan.

Pengungkapan tersebut merupakan bagian dari upaya pemulihan kepada korban atau keluarganya dan mencegah agar pelanggaran hak asasi manusia yang serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana melakukan konsultasi dan koordinasi kepada Tim Pengarah.Tim PPHAM juga dibantu oleh sekretariat yang mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administratif. Sekretariat ini berkedudukan di Kemenkopolhukam.

Masa kerja tim PPHAM mulai berlaku sejak ditetapkannya Keppres sampai dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2022. Disebutkan juga bahwa masa kerja tim PPHAM dapat diperpanjang dengan Keputusan Presiden.