KontraS Aceh Tolak Pejabat Tinggi Militer dan Polisi Jadi Pejabat Gubernur

Hendra Saputra. Foto: Dokumentasi pribadi.
Hendra Saputra. Foto: Dokumentasi pribadi.

Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, berharap Pemerintah Pusat tak menunjuk seorang pejabat tinggi militer dan kepolisian untuk menjadi pejabat gubernur. Penunjukan itu melanggar undang-undang.


"Ada jabatan-jabatan tertentu yang bisa diemban perwira tinggi TNI-Polri tanpa melepaskan statusnya,” kata Hendra, Selasa, 12 Oktober 2021.

Jabatan tersebut, kata Hendra, adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris atau Kepala Badan Siber dan Sandi Negara. Sementara jabatan kepala daerah harus berasal dari aparatur sipil.

TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan memiliki tugas yang harus diemban. Sesuai  dengan Undang-Undang Nomor. 34 tahun 2004 tentang TNI pasal 7 ayat (1), tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 

TNI juga harus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Jika Presiden Joko Widodo berkeras untuk menunjuk pejabat gubernur yang berasal dari kalangan TNI/Polri, maka Jokowi harus mengubah undang-undang yang ada. 

Gubernnur Aceh Nova Iriansyah akan mengakhiri masa jabatan pada awal 2022. Pemerintah pusat akan menunjuk seorang pejabat gubernur yang akan bertugas hingga terpilihnya Gubernur Aceh baru hasil Pemilihan Kepala Daerah serentak pada 2024.

Laporan Muhammad Fahmi