KPK Ancam Pihak Yang Sembunyikan Harun Masikhu

Harun Masikhu. Foto: net.
Harun Masikhu. Foto: net.

Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, mengancam akan memidanakan pihak-pihak yang menyembunyikan Harun Masiku. Harun adalah politikus PDIP yang menyuap Wahyu Setiawan, bekas komisioner Komisi Penyelenggara Pemilu.


Juru bicara KPK, Ali Fikri, menyampaikan hal ini usai pihak Interpol mengeluarkan red notice untuk Harun Masiku. Menurut Ali, KPK hingga saat ini masih terus berupaya menemukan Harun Masiku, baik pencarian di dalam negeri maupun kerjasama melalui NCB Interpol.

"Namun demikian, kami tentu tidak bisa menyampaikan tempat dan waktu pencarian karena itu teknis di lapangan yang tidak bisa kami publikasikan," ujar Ali seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin, 2 Agustus 2021.

KPK, kata Ali, akan menjerat pihak-pihak yang sengaja menyembunyikan buronan Harun Masiku dengan Pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Jika ada pihak yang diduga sengaja menyembunyikan buronan, kami ingatkan dapat diancam pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Ali.

Pasal 21 UU Tipikor berbunyi, Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Harun merupakan bekas calon anggota DPR RI. Dia ditetapkan sebagai tersangka perkara suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024 pada 9 Januari 2020 bersama dengan tiga orang lainnya. Yaitu, Wahyu Setiawan selaku mantan Komisioner KPU RI, dan dua kader PDIP Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Ketiga orang itu telah dijatuhi vonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Mereka juga telah dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk menjalani pidana masing-masing yang telah berkekuatan hukum tetap.