KPK Kembali Tahan Satu Tersangka Dugaan Gratifikasi Perizinan AlfaMidi Kota Ambon

Konferensi penahanan tersangka baru kasus gratifikasi perizinan AlfaMidi Kota Ambon. Foto: Repro.
Konferensi penahanan tersangka baru kasus gratifikasi perizinan AlfaMidi Kota Ambon. Foto: Repro.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan seorang tersangka terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji untuk mendapatkan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon.


Sebelumya, KPK beberapa waktu lalu telah mengumumkan beberapa pihak sebagai Tersangka, antara lain Richard Louhenapessy (RL), Walikota Ambon periode 2011-2016 dan periode 2017-2022, Andrew Erin Hehanussa (AEH), Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon, serta Amri (AR), Swasta atau karyawan AM AlfaMidi Kota Ambon.

“Karena kepentingan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk Tsk AR selama 20 hari pertama, terhitung 7 September 2022 s/d 26 September 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 September 2022.

Diberitakan sebelumnya, Jumat lalu, KPK menetapkan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy sebagai tersangka dalam kasus dugaan Suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan Gratifikasi.  

Penetapan Richard Louhenapessy yang menjabat Walikota Ambon periode 2011 sampai dengan 2016 dan periode 2017 sampai dengan 2022, sebagai tersangka mengejutkan banyak pihak, karena Richard yang berpasangan dengan Syarif Hadler akan mengakhiri masa jabatannya sebagai Wali Kota hanya dalam hitungan hari atau tepatnya tanggal 22 Mei 2022 mendatang.

Juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan bahwa Richard ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yaitu Andrew Erin Hehanussa (Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon) dan Amri (Swasta).

Penetapan Richard dan dua lainnya sebagai tersangka menurut Ali Fikri dilakukan setelah pengumpulan berbagai informasi dan data diantaranya bahan keterangan terkait dugaan korupsi kasus Suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan Gratifikasi.  

"KPK menelaah dan menganalisa dan melanjutkan ke tahap penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK sejak awal April 2022 meningkatkan status perkara ini ke tahap Penyidikan dengan mengumumkan tersangka," ujar Ali Fikri.

Ali Fikri mengatakan bahwa tim penyidik KPK terpaksa melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Richard disalah satu Rumah Sakit Swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat, karena sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan hari ini (Jum'at) karena mengaku sedang menjalani perawatan medis.

"Namun demikian Tim Penyidik berinisiatif untuk langsung mengkonfirmasi dan melakukan pengecekan kesehatan pada yang bersangkutan," ujar Ali Fikri.

Menurut Ali, dari hasil pengamatan langsung tersebut, tim penyidik menilai yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat dan layak untuk dilakukan pemeriksaan oleh KPK.  

“Tim Penyidik selanjutnya membawa Richard ke Gedung Merah Putih KPK guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ujar Ali.

Konstruksi Perkara

Amri sebagai salah satu karyawan PT. AlfaMidi (PT AM) (AlfaMidi, Kota Ambon, ditunjuk oleh PT. Midi Utama Indonesia (PT MUI) tidak dengan tugas salah satunya melakukan pengurusan izin prinsip pembangunan beberapa cabang retail di Kota Ambon untuk tahun 2020.

“Agar proses pengurusan izin dimaksud dapat segera di terbitkan, Amri diduga berinisiatif melakukan pendekatan dan komunikasi dengan RL yang menjabat Walikota Ambon periode 2017 s/d 2022, karena salah satu kewenangan yang ada pada RL yaitu memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon,” sebutnya.

AR kemudian diduga menawarkan sejumlah uang pada RL untuk mempermudah dan mempercepat terbitnya persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail yang kemudian disetujui RL.

Selanjutnya RL memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin yang telah diajukan AR diantaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Dalam setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, RL meminta agar uang yang diserahkan AR besarannya minimal Rp25 juta yang kemudian ditransfer melalui rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL.

Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH.

Oleh karena itu, atas perbuatannya tersebut tersangka AR disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.