Kritik Budaya Feodalisme di Partai Politik, Jimly Sindir SBY dan Megawati

Jimly Assiddiqie. Foto: net.
Jimly Assiddiqie. Foto: net.

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan feodalisme dalam berpolitik di Indonesia dapat merusak tatanan sistem demokrasi. Ini lantaran pengaruh darah biru kental mendominasi di tubuh partai politik.


Menurut Jimly, kondisi ini membuat internal partai sulit berdemokrasi. Semua partai kemudian mengalami pembiruan darah dan menjelma menjadi dinasti. Malah ada kemungkinan ketua umum tidak diganti.

"Jadi kalau ada sembilan partai keputusan itu tergantung 9 orang. Dan ini kalau masing-masingnya ini sehat dan panjang umur, maka kecenderungan dia tidak diganti. Kalaupun diganti, dia jadi tetap penentu,” ujar Jimly seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, kemarin malam.

Jimly mencontohkan peran Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat. Partai ini sangat kental dengan kultur feodal lantaran SBY mendapuk anaknya sebagai penerus partai setelah dirinya. Padahal partainya lahir sesudah reformasi.

“Produk reformasi ya kan? Tapi gampang sekali anak, mantunya sudah jadi pengurus semua. Walaupun dia tidak lagi ketum, tapi kan penentu dan orangnya sehat,” ucapnya.

Selain Demokrat, Jimly juga menyentil PDI Perjuangan. Di mana ketua umum banteng moncong putih tetap menjadi penentu arah kebijakan partai dan secara fisik masih dalam kondisi sehat. Padahal demokrasi yang sehat mengharuskan adanya regenerasi.

“Kayaknya batuk-batuk pun enggak pernah dia itu. Sehat. Siapa yang berani gantikan dia?” ujar Jimly.

Jimly menilai mustahil mengharapkan instrumen demokrasi yang tidak demokratis secara internal untuk menjadi pilar demokrasi eksternal.

"Maka, salah satu problem paling serius kita hadapi di masa depan. Bagaimana mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam sistem kepartaian,” kata Jimly.