Kritisi Perppu Ciptaker, AHY: Hukum Dibentuk untuk Melayani Kepentingan Rakyat, Bukan Elite

Ketua umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Foto: Bakomstra DPP Partai Demokrat.
Ketua umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Foto: Bakomstra DPP Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/ 2022 tentang Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. 


"Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi,” ujar AHY dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 Januari 2023.

Menurutnya proses yang diambil saat menerbitkan Perpu tersebut tidak tepat. Selain itu tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut. 

“Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu," ujar AHY.

Menurut AHY, jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu yang baru diterbitkan. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya.

AHY menegaskan bahwa keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.

“Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegas AHY. 

Menurut AHY,  pasca terbitnya Perppu tersebut, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. 

"Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke dałam lubang yang sama,” ujar AHY. 

AHY mengingatkan bahwa putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus direvisi dalam waktu dua tahun. Namun menurutnya, saat ini bukan revisi yang dilakukan, melainkan Perppu yang dikeluarkan pemerintah agar UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku.