Kuasa Hukum Sebut Penetapan Zaini Yusuf sebagai Tersangka Tak Tepat Alasan

Zaini Yusuf (memakai rompi). Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.
Zaini Yusuf (memakai rompi). Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.

Zaini Djalil, Kuasa hukum tersangka Muhammad Zaini Yusuf, kecewa dengan penetapan kliennya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi Atjeh World Solidarity Cup (AWSC) 2017. Sebab, penetapan tersebut tidak tepat alasan.


"Meskipun itu kewenangan subjektif dari penyidik, akan tetapi alasan objektifnya juga harus dikedepankan," kata Zaini Djalil kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 19 September 2022.

Zaini menyebutkan, kliennya sangat koperatif saat dilakukan pemeriksaan. Bahkan, tak ada niat melarikan diri atau merusak alat bukti lainnya. "Mengingat seluruh alat barang bukti khususnya segala surat-surat telah dilakukan penyitaan oleh penyidik terhadap kasus sebelumnya atas terdakwa SBS dan MS," sebutnya.

Sayangnya, kata dia, penegak hukum lansung menetapkan kliennya sebagai tersangka. Padahal baru pertama kali diperiksa dan penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk kliennya sebagaimana audit terhadap tersangka sebelumnya.

"Kami juga sudah mengajukan permohonan agar klien kami tidak ditahan dengan jaminan keluarga," ujar dia.

Zaini menjelaskan, dalam dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dana pengelolaan AWSC 2017, kliennya diduga menerima dana sebesar Rp 730 juta. "Hal ini sangatlah tidak benar," kata dia.

Zaini menyebutkan, uang yang terima Rp 730 juta untuk pembayaran hutang kepada kliennya. Karena pada awalnya memberikan pinjaman kepada panitia melalui MS untuk mendukung suksesnya kegiatan AWSC 2017.

"Sebab saat itu belum ada pencairan dana dari pemerintah," kata dia. Jumlah uang yang dipinjam Zaini Yusuf, kata dia, sebesar Rp 2,6 miliar.

Zaina mengatakan, uang pinjaman tersebut telah terbukti di persidangan. Sesuai dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna telah jelas Majelis Hakim.

Di dalam putusan itu disebutkan, kata Zaini, bahwa terdakwa MS selaku ketua panitia AWSC telah meminjam uang melalui Zaini Yusuf sebesar Rp 2,6 miliar. Sementara itu, penyidik beralasan bahwa pembayaran uang tersebut bersumber dari pembayaran hak siar dari PSSI dan tidak melalui mekanisme pengelolaan keuangan negara.

"Itu bukanlah tanggung jawab kliennya, melainkan tanggung jawab panitia," sebut Zaini. "Dalam hal ini, terpidana SBS dan MS sebagai penerima dan PSSI sebagai pihak pemberi, mentransfer langsung ke rekening SBS dan MS."

Sedangkan Zaini Yusuf, kata dia, hanya orang penerima pembayaran piutang dari panitia AWSC. Bahkan, saat ini masih ada sisa sebesar Rp 1,9 miliar.

Zaini berharap agar perkara ini dapat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Banda Aceh. Karenanya semua barang bukti telah dimiliki oleh penyidik atas dasar perkara sebelumnya Nomor : 2/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna sesuai dengan asas peradilan pidana yakni, peradilan cepat dan biaya ringan.

"Sehingga penegak hukum dalam rangka pemberantasan korupsi dapat bekerja secara professional dan berkeadilan, karena hakikat hukum dapat memberikan rasa keadilan bagi setiap warga negara," sebut dia.