Kudatuli

Ilustrasi. Foto: net.
Ilustrasi. Foto: net.

 

SIANG ini 25 tahun yang lalu. Empat hari setelah kerusuhan 27 Juli 1996 alias Kudatuli. Setelah paginya saya melakukan konsolidasi anggota di Kampus Tercinta Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, dan menginstruksikan untuk pura-pura tidak saling kenal.

Tiba-tiba beberapa teman datang membawa kabar horor. Mereka bilang di depan kampus banyak tentara dan polisi nyari saya (padahal saya nggak bawa lari kreditan motor kok di cari sih hahahaha).

Akhirnya saya lompat pagar belakang kampus dan mendarat empuk di tumpukan sampah. Lari menuju Jalan Joe lalu menyetop S616 menuju Pasar Minggu.

Siangnya saya kembali ke sekitar Lenteng Agung dan ketemu dengan Dwi Hartanto alias Lukas, senior saya di IISIP yang akan mengevakuasi diri ke arah laut.

Sebelum dia pergi, ada instruksi paling brengsek ke saya, yaitu menyelamatkan data anggota dan dokumen organisasi yang dia taruh di balik plafon kamar mandi sekretariat Camat Gabun.

Sementara sekretariat kami di Camat Gabun itu sudah dalam pengawasan pihak keamanan, baik polisi maupun ABRI. Intel juga sudah mengawasi sekretariat kami sejak meletusnya Kudatuli.

Malamnya saya langsung beraksi dan beruntung saya dibekali wajah yang merakyat, sehingga dikira warga sekitar oleh aparat keamanan dan intel yang berjaga di sekitar sekretariat kami itu.

Dengan dibantu oleh Misnan, tetangga sebelah sekretariat, dia rela membantu mengawasi situasi kalau kalau ada intel atau aparat berseragam mendekat ke sekretariat.

Sebelumnya saya sudah bilang ke Misnan kalau memang polisi dan tentara mendekat ke sekretariat saat saya sudah berada di dalam, saya minta ditinggalkan saja di dalam.

Akhirnya saya berhasil masuk dengan menjebol lubang angin di atas pintu dapur yang letaknya di belakang.

Masuk ke kamar mandi. Pipis dulu sebentar, terus manjat plafon yang bolong dan mengambil semua berkas yang ada.

Hampir satu tas gemblok saya bawa keluar. Dan saya bawa ke Jalan Joe untuk selanjutnya dibakar habis.

Alhamdulillah, 70 orang anggota yang saat itu diburu oleh polisi dan tentara Orde Baru selamat serta sentosa, tidak ada yang tertangkap satu pun. Hingga beberapa bisa dikonsolidasikan kembali dan beberapa bisa melanjutkan kuliahnya dengan tenang.

Mengenang perburuan Orde Baru pasca 27 Juli 1996. 

| Penulis adalah mahasiswa IISIP yang coba-coba melawan Soeharto.