Luncurkan Germas, Distanbun Harap Produksi Kopi Gayo Meningkat

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah.

Sebanyak 200 petani kopi di Aceh Tengah ikut meluncurkan Gerakan Massal (Germas) Pemangkasan Kopi Arabika Gayo yang digagas Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh. 


Kegiatan itu berlansung di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Bies, Kampung Tebes Lues, Kecamatan Bies, Aceh Tengah. Kopi Arabika Gayo terkenal dengan cita rasa khasnya. Bahkan menjadi kopi terbaik di dunia. 

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, mengatakan kopi Arabika Gayo sangat banyak mendapatkan pujian dari penikmat kopi di mancanegara. Tak heran kopi Arabika Gayo menjadi kembangaan nasional.

Kopi yang tumbuh di dataran tinggi Gayo ini, banyak yang ingin mencoba menanam di daerah lain. Hasilnya, justru tidak memiliki rasa yang sama. Cut Huzaimah mengaku pernah mengalami hal demikian. 

“Cita rasa kopi Arabika Gayo ini perlu dipertahankan. Selain itu produktivitasnya juga perlu ditingkatkan agar tidak dilangkahi kopi arabika di daerah lain di dunia,” kata Cut Huzaimah dalam acara tersebut, Kamis, 8 Juli 2021.

Kawasan dataran tinggi Gayo memiliki kebun Kopi Arabika 100 ribu hektar. Semuanya berada di tiga kabupaten yang berbeda, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Bener Meriah.

Kopi khas dataran tinggi ini sudah ada sejak 1908. Pada masa itu, kolonial Belanda membawa bibitnya dan ditanami di daerah berketinggian rata-rata 1200 meter di atas permukaan laut.

Seiring berjalan waktu, Kopi Arabika Gayo terus berkembang sangat pesat. Permintaan pasar dunia terhadap kebutuhan kopi itu sangat tinggi.

Walaupun permintaan pasar tinggi. Produktivitas tergolong kecil. Seharusnya, kata Huzaimah, satu hektar ditanami Kopi Arabika Gayo menghasilkan sebanyak dua hingga tiga ton kopi. 

Berdasarkan data statistik perkebunan, kata dia, di Aceh Tengah memiliki luas areal kopi sebanyak 49.835 hektar. Jumlah tanaman menghasilkan 42.000 lebih dengan produktivitas kopi sebesar 813 per hektar. Sementara jumlah petani yang berkontribusi sebanyak 37.000 lebih. 

"Penyebaba ada beberapa faktor. Salah satunya adalah pemeliharaan tanaman yang tidak sesuai dengan standar teknis," kata Huzaimah. 

Menurut Huzaimah, pemangkasan pada tanaman yang produktif bisa meningkatkan produksi dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan yang tidak dipangkas.

“Ini sudah terbukti, sesuai informasi yang kami terima dari Masyarakat Pelindung Kopi Gayo (MPKG) Absardi," kata dia.

Huzaimah menjelaskan pemangkasan dilakukan bertujuan untuk menjadikan tanaman tetap rendah. Sehingga memudahkan para petani dalam melakukan perawatan dan memanen. Membentuk cabang-cabang produksi yang baru secara berkesinambungan dalam jumlah yang cukup.

Selain itu, kata dia, dapat mempermudah masuknya cahaya matahari dan memperlancar sirkulasi udara. Dapat juga mempermudah pengendalian hama penyakit dan mengurangi terjadinya pluktuatif yang tajam. 

Huzaimah menjelaskan risiko terjadinya kematian tanaman disebabkan oleh pembuahan yang berlebihan serta mengurangi dampak kekeringan.

Menurut Huzaimah, cabang-cabang yang berlebihan harus dipangkas. Karena cahaya matahari bisa masuk dan sirkulasi berlangsung dengan baik. Perlunya juga diberi pupuk supaya tanaman lebih cepat pulih pada kondisi semula.

"Selain memperkenalkan teknik pemangkasan yang baru. Kami ingin menggugah petani kopi agar mau membiasakan diri melakukan pemangkasan dua kali dalam satu tahun secara mandiri,” kata dia.

Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar, mengatakan pemangkasan kopi tujuannya untuk mengembalikan produktivitas. Kata dia, pada bagian cabang dan ranting yang sudah tua, tidak produktif, tidak sehat, dan tidak normal harus dipangkas.

Kini, kata Shabela, kopi Arabika Gayo perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak terhadap serangan penyakit jamur akar dan serangan hama. Hal itu membuat hasil tanaman berkurang. Untuk itu diperlukan pengendalian, agar kopi Arabika Gayo tetap berkelanjutan.

“Semoga kegiatan hari ini dapat memberi motivasi dan tambahan pengetahuan bagi kita semua, untuk meningkatkan hasil dari perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah,” kata Shabela.