MAKI Nilai Koruptor Asuransi Jiwasraya Harus Dipidana Seumur Hidup atau Dihukum Mati

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. Foto: Kabar 24.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. Foto: Kabar 24.

Meski menghormati putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Heru Hidayat dalam perkara korupsi asuransi Jiwasraya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman, menilai seharusnya yang bersangkutan divonis penjara seumur hidup atau hukuman mati. 


Kemarin, Heru Hidayat divonis pidana nihil. Semestinya, kata Boyamin, jika hakim tidak memberi hukuman mati sesuai tuntutan jaksa,  semestinya tetap memberikan hukuman seumur hidup atau hukuman seumur hidup secara bersyarat.

Yaitu hukuman penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya bebas atau berkurang oleh upaya peninjauan kembali atau dapat grasi maka hukuman seumur hidup dalam perkara Asabri akan tetap berlaku dan Heru Hidayat tetap menjalani penjara seumur hidup.

Berdasar Pasal 193 ayat (1)  KUHAP, kata Boyamin, jika hakim menyatakan terdakwa bersalah, maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana. Hakim tak boleh menjatuhkan vonis nihil karena hukuman sebelumnya dalam kasus Jiwasraya adalah seumur hidup dan bukan penjara dalam hitungan maksimal 20 tahun.

Boyamin mengatakan hukuman nihil hanya berlaku pada perkara penjara terhitung yaitu 1 hari hingga maksimal 20 tahun. Jika hukuman seumur hidup maka bisa dijatuhkan hukuman yang sama atau hukuman di atasnya yaitu hukuman mati.

"Putusan kemarin menyatakan perbuatan Terdakwa Heru Hidayat terbukti, maka mestinya dipidana dan bukan nihil. Bisa sumur hidup atau mati," kata Boyamin. "Sesuai pasal 240 KUHAP putusan itu keliru sehingga MAKI meminta jaksa Kejagung harus melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta."

Boyamin juga mengatakan putusan mati sebenarnya itu paling proporsional dan sesuai tuntutan keadilan masyarakat mengingat perbuatan Heru Hidayat sangat merugikan negara, masyarakat dan nasabah. Perbuatan itu juga dibuat secara berulang. 

Seandainya hakim tidak sependapat dengan tuntutan mati oleh jaksa penuntut umum, mestinya hukuman penjara seumur hidup secara bersyarat lebih memenuhi ketentuan hukum acara KUHAP karena tetap jatuhi hukuman pidana.

MAKI juga bakal membawa permasalaha ini ke Mahkamah Konstitusi untuk memperluas makna "Pengulangan Dalam Melakukan Pidana". Selama ini, kata dia, frasa itu dimaknai terbatas setelah orang dipenjara kemudian melakukan perbuatan pidana. Tidak disebut berulang jika belum pernah dipenjara meskipun berulang-ulang melakukan perbuatan pidana.

"Jika ini dikabulkan Mahkamah Konstitusi, maka dalam kasus seperti Heru Hidayat nantinya dapat diterapkan hukuman mati," kata Boyamin.