Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, tak yakin gugatan uji materi ambang batas pencalonan presiden diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Dia menilai argumen di balik permohonan uji materi tidak komprehensif.
- Margarito Kamis: Alat Bukti Kasus Firli Harus Menunjukan Tindak Pidana secara Kualitatif
- Kongres dan KLB Partai Politik Hanya Dapat Digelar Pengurus DPP Yang Sah
Baca Juga
“Nasib gugatan uji materi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold tidak akan berbeda dari gugatan-gugatan sebelumnya, yakni akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Margarito Kamis seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin, 3 Januari 2022.
Margarito Kamis menilai interpretasi tentang demokrasi tidak cukup kuat untuk mengubah pandangan hakim MK terhadap presidential threshold yang saat ini berlaku. Ketidakmampuan ini menyebabkan gugatan tersebut tidak akan diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam Undang-Undang 1945, dijelaskan secara rigid soal pengajuan calon presiden, yakni baik dari partai politik maupun bukan. Margarito Kamis menilai berindividu atau kelompok bukan bagian dari partai politik.
“Tidak memungkinkan untuk menjadikan manusia-manusia individu itu sebagai persona di partainya," kata Margarito Kamis.
Aturan tentang ambang batas pencalonan presiden ini digugat oleh sejumah tokoh politik dan aktivis ke Mahkamah Konstitusi. Mereka meminta Mahkamah menghapuskan aturan tentang ambang batas pencalon presiden.
Beberapa di antaranya adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Joko Yuliantono, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan dua anggota DPD Fachrul Razi asal Aceh serta Bustami Zainudin asal Lampung.
Adapun presidential threshold yang berlaku saat ini adalah 20 persen kursi partai politik di DPR RI atau 25 persen suara nasional hasil pemilu terakhir.
- Prediksi Putusan PHPU MK: Progresif ataukah Konservatif
- Amicus Curiae Diyakini Bikin Hakim MK Lebih Objektif
- Vox Populi Vox Dei, Bukan Amicus Curiae