Masa Tugas Telalu Panjang, Pelaksana Tugas Kepala Daerah Bisa Jadi Pejabat Definitif

Ilustrasi: net.
Ilustrasi: net.

Organisasi riset dan pengawas pemilu, Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menilai aturan yang ada dalam Undang-undang Pilkada masih belum menjelaskan secara spesifik tentang waktu masa jabatan Plt kepala daerah. Pemerintah dan DPR diminta membuat aturan yang tegas soal masa jabatan pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan jabatan menjelang Pilkada 2024.


"Penjabat itu kan orang yang mengisi jabatan sementara saja sampai terpilihnya pejabat definitif. Nah, kalau sekarang, itu penjabat itu bisa menjabat lebih dari 2 tahun bahkan lebih dari 2,5 tahun," ujar Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil, seperti dikutip dari Inilah, Kamis, 28 Oktober 2021.

Fadli mengatakan kekosongan jabatan kepala daerah akan berlangsung lama karena proses pilkada serentak dilaksanakan pada November 2024. Padahal beberapa daerah masa jabatan kepala daerah ada yang sudah habis pada 2022.

Fadli menilai berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan jika masa jabatan kepala daerah sudah dihitung satu periode jika pejabat tersebut telah menjabat selama 2,5 tahun.

"Nah, itu bahaya menurut saya kalau kemudian kepemimpinan politik daerah memegang satu periode masa jabatan tapi tidak dipilih melalui mekanisme yang demokratis dan disebebkan karena ketidakcermatan pembetuk undang-undang dalam melihat sebuah persoalan yang ada di dalam UU Pilkada. Ini kan soal jadwal pilkada sebetulnya yang jadi masaslah," katanya.

Selain masa jabatan Plt yang belum jelas diatur, hal yang dianggap cukup berisiko adalah wacana penunjukkan anggota TNI/Polri aktif sebagai Plt kepala daerah. Karena dengan begitu, anggota TNI/Polri sudah masuk dalam politik praktis.

"Karena perlu diingat Pemilu 2024 itu sanagat sulit untuk menghindari tarik menarik kepentingan politik yang itu akan punya irisan dengan kepala daerah. Nah kalau penjabat daerahnya dijabat TNI/Polri aktif berarti membiarkan TNI/Polri aktif dalam kepentingan politik praktis itu bahaya menurt saya," Fadli.

Sebelumnya, Pemerintah dan DPR hingga kini masih belum sepakat soal pelaksanaan Pemilu, Pilpres dan Pilkada serentak 2024. Hal ini menjadi polemik karena dalam 2024 nanti akan menjadi agenda politik yang padat dan rawan memicu konflik jika tidak bisa diatur dengan baik.