MaTA Desak Penegak Hukum dan BPKP Audit Investigasi Anggaran Rp 13 Miliar di BRA

Koordinator MaTA, Alfian. Foto: Irfan Habibi/RMOLAceh.
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: Irfan Habibi/RMOLAceh.

Anggaran senilai Rp 13 miliar untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat dan korban konflik provinsi Aceh I dan II yang dialokasikan dan dititipkan di Badan Reintegrasi Aceh (BRA) tahun 2022 menjadi sorotan publik.


Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, mengatakan anggaran sebesar itu perlu dilakukan audit investigasi sehingga dapat diketahui anggaran tersebut benar-benar diterima dan bermafaat untuk para korban konflik Aceh. 

"Kami menilai nomenklatur anggaran yaitu, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan korban konflik provinsi Aceh I dan II tersebut layak untuk dilidik dan dilakukan audit investigasi atau menyeluruh," kata Alfian dalam keterangannya, Rabu, 30 November 2022.

Menurut Alfian, Pemerintah Aceh pada tahun 2022 di Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) murni, mengalokasikan anggaran sebesar Rp 13 miliar dalam rangka merespon gelombang protes sejumlah kombatan dan korban konflik kepada Nova Iriansyah selaku Gubernur saat itu. 

Kemudian bekas kepala BRA Azhari Cage menyampaikan kepada publik bahwasanya dia sebagai kepala BRA saat itu tidak memegang data penerima atas bantuan tersebut dan kemudian tidak mau bertangung jawab karena pengelolanya di Deputi I BRA.

Alfian menilai, penyampaian tersebut adalah serius dan perlu ada perhatian para semua pihak, terutama bagi penyidik dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk melakukan penyelidikan dan audit investigasi. 

"Anggaran Rp 13 miliar itu uang banyak dan apabila salah dikelola maka mengalami dampak yang buruk dan sangat luas terhadap keberlangsungan kehidupan para korban konflik Aceh saat ini," ujarnya.

Berdasarkan catatan MaTA, dalam laman htt:// lpse.acehprov.go.id tahun 2022 di BRA ada alokasi anggaran yakni, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan korban konflik provinsi Aceh I, dengan pagu Rp 1.000.000.000 dan nilai kontrak Rp 950.600.000 yang dimenangkan oleh CV. TAP yang beralamat di Kabupaten Pidie.

Kemudian, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan korban konflik provinsi Aceh II, dengan pagu anggaran, Rp 12.550.000.000 dan nilai kontrak sebesar Rp 11.840.585.760 dimenangkan oleh CV. DDP yang beralamat di Kota Lhokseumawe. 

Dalam hal ini, kata Alfian, MaTA sangat menaruh harapan BRA perlu segera membangun sistem transparansi dan akuntabilitas yang lurus dan selurus penggaris karena mareka mengelola dana publik dan bukan anggaran warisan keluarga. 

Menurut dia, siapapun berhak untuk mengetahui aliran dana tersebut apalagi diperuntukkan untuk korban konflik Aceh. Sehingga ketika salah dikelola, maka kejahatan luar biasa telah terjadi.

Dia menambahkan, publik sangat patut untuk meminta penyidik dan BPKP Aceh melakukan langkah-langkah yang patut sehingga korban konflik Aceh tidak dijadikan sebagai objek para pihak yang tidak bertangung jawab. 

"Selain itu tidak terjadi manipulasi data atas para korban selaku yang berhak menerima bantuan. sehingga dibutuhkan kepastian hukum terhadap keadilan atas bantuan tersebut," ujar Alfian.