Mawardi Ismail Setuju Pembatasan Masa Jabatan Wali Nanggroe

Istana Wali Nanggroe di Aceh Besar. Foto: AJNN.
Istana Wali Nanggroe di Aceh Besar. Foto: AJNN.

Pakar hukum Universitas Syiah Kuala, Mawardi Ismail, menilai jabatan Wali Nanggroe memang harus dibatasi dengan qanun. Jika tidak, maka seseorang bisa menjadi Wali Nanggroe meski uzur.


“Walaupun tidak dibatasi dengan umur, tetapi haruslah ada pembatasan pada jabatan," kata Mawardi Ismail kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 3 September 2021.

Mawardi mengatakan tanpa pembatasan masa jabatan, dikhawatirkan menghambat upaya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Menurut Mawardi, jabatan seorang Wali Nanggroe harus dibatasi melalui regulasi yang sudah ada, Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2006.

"Jadi menurut saya kalau alasan sulit mencari tokoh, saya kira itu alasan tidak masuk akal juga," kata Mawardi.

Sebelumnya, Panitia Khusus DPR Aceh mengusulkan Qanun Lembaga Wali Nanggroe untuk direvisi ketiga kalinya. Salah satu poin yang diminta revisi adalah jabatan Wali Nanggroe tak dibatasi dua periode.

Mawardi juga mengatakan, dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Wali Nanggroe ditetapkan bahwa Wali Nanggroe adalah pemimpin adat. Wali Nanggroe bukan lembaga adat dan bukan lembaga politik dan pemerintahan. Wali Nanggroe, kata Mawardi, semata-mata fokus pada pembinaan adat.

Wakil Ketua Pansus Lembaga Wali Nanggroe, Saiful Bahri, berharap masa jabatan Wali Nanggroe tidak dibatasi 2 periode jabatan. Menurut Saiful Bahri, jabatan Wali Nanggroe tidak mewakili jabatan di pemerintahan atau mempunyai kewenangan anggaran dan kewenangan eksekutorial. 

Jabatan ini juga tidak tidak termasuk dalam lingkup tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kedudukan Wali Nanggroe juga mulia dan individual serta independen. Sehingga tidak mudah mencari figur yang tepat dan dapat dihormati semua pihak baik di tingkat Aceh, tingkat nasional maupun internasional.