Mayoritas Menteri Jokowi Bermasalah

Presiden Joko Widodo. Foto: inews.
Presiden Joko Widodo. Foto: inews.

Nama Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDDT), Abdul Halim Iskandar, dinilai sangat layak dicoret dari Kabinet Indonesia Maju. Hal itu menyusul kabar adanya dugaan jual beli jabatan di lingkungan Kemendes PDDT.


"Dengan kondisi kinerja yang tidak signifikan dalam waktu separuh periode, cukup tepat jika harus diganti yang lebih baik, juga bersih dari potensi rasuah," kata Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah, seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat, 16 April 2021.

Dalam survei Indonesia Political Opinion (IPO), kata Dedi, Menteri Desa itu masuk dalam kategori layak reshuffle. Abdul Halim adalah kakak kandung Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Dedi mengatakan ada dua hal yang menjadi dasar kelayakan pencopotan Abdul Halim dari jabatan itu. Pertama, Kemendes PDDT memiliki program terkait pandemi Covid-19 termasuk alokasi penggunaan dana desa untuk kepentingan penanganan pandemi Covid-19, namun tidak dirasakan oleh publik kehadiran apalagi manfaatnya. Apalagi terkait transparansi dan dampak turunannya tersebut.

Kedua, adanya dugaan praktik rasuah terkait jual beli jabatan yang disinyalir dilakukan oleh kader partai politik yang sama dengan Abdul Halim. Hal ini, kata Dedi, sangat layak jadi pertimbangan.

Sementara analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai mayoritas menteri di Kabinet Indonesia Maju saat ini berkinerja buruk. 

"Maaf, sebenarnya sering bergantinya menteri itu menunjukan kegagalan presiden dalam memilih dan memanage para menterinya. Dalam catatan saya sejak Jokowi menjadi presiden sudah lima kali reshufle kabinet," ujar Ubedilah.

Semua ini, kata Ubedilah menunjukan kegagalan Presiden memimpin, mengarahkan dan mensinergikan para menterinya. Menurut Ubedilah, kesalahan demi kesalahan dipertontonkan oleh para menteri karena lemahnya kemampuan  Jokowi memimpin para menteri. 

Akan tetapi, lanjutnya, reshuffle bisa terjadi karena mayoritas menteri saat ini dianggap memiliki kinerja yang buruk. Ubedilah menilai reshuffle bukan urusan mendesak. Bahkan Ubedillah menilai reshufle bukan bagian dari solusi mengatasi krisis yang dialami bangsa ini.