Memahami Satu Sama Lain

Ilustrasi: Betalife NG.
Ilustrasi: Betalife NG.

Masalah utama dari pemahaman manusia ada dua tingkatan. Tingkatan pertama adalah pemahaman antarorang atau manusia dari kebudayaan, keyakinan, atau ritual yang berbeda.

Tantangannya adalah keluar dari sejenis pandangan sosiosentris yang meyakini bahwa pandangan salah satu masyarakat yang benar, sedangkan yang terjadi di lain tempat dianggap aneh, gila, atau tidak bermakna. Itu kunci utamanya.

Ada lagi masalah lain, yang kita sebut sebagai “dialog budaya” yang harus dihadapi dengan komunikasi yang terus-menerus berkembang. Tetapi ada sebab baru kesalahpahaman yang disebut “egosentrisme individualis”.

Kita berpikir bahwa kita selalu benar dan yang lain selalu salah. Kita tidak mempertanyakan diri kita sendiri. Dan tragedinya adalah melihat bahwa di dalam keluarga terdapat kesalahpahaman antara pasangan yang berujung pada perceraian. Kesalahpahaman antara orangtua dan anak dan sebaliknya, dan kesalahpahaman semacam itu semakin buruk.

Untuk menghadapi hal ini, pendidikan harus mengajarkan kita bagaimana cara mengamati diri, cara mengkritik diri, sehingga mampu melihat bahwa setiap orang melakukan apa yang kita sebut sebagai “pengingkaran-diri”.

Selain itu, prinsip krusial lagi adalah memiliki pemikiran tentang kompleksitas. Ketika kita tidak memahami orang lain, itu karena kita mengerdilkan mereka ke aspek yang paling kita benci dari orang tersebut.

Filosof Hegel mengatakan, “jika aku menyebut orang yang pernah melakukan kejahatan sebagai seorang kriminal, maka aku melupakan aspek-aspek lain dalam kepribadiannya, dalam kehidupannya, kecuali ini”.

Kita harus terus mengingat kompleksitas untuk melihat aspek-aspek lainnya. Tidak hanya melihat aspek yang tidak kita sukai, tetapi juga melihat sisi lainnya. Mengajarkan kepada orang untuk berbuat kebaikan adalah sangat penting. Saya rasa ini adalah peran mendasar dari pendidikan.

| Penulis adalah pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta dan Komunitas Kiai Kanjeng.