Mempertanyakan Kontribusi BI dan OJK terhadap Perubahan Iklim

Ilustrasi: net
Ilustrasi: net

Tidak banyak yang bisa dilaporkan dengan cara yang membanggakan. Bahkan boleh dikatakan Indonesia jalan di tempat kalau tidak mau disebut gagal.

Masalah utama kegagalan Jokowi atas agenda perubahan iklim ini disebabkan sosok tersebut tidak dapat melibatkan institusi keuangan. Padahal dalam hal ini Jokowi bertindak atas nama negara.  

Pelibatan Intitusi keuangan merupakan prasyarat yang paling menentukan dalam pembiayaan perubahan iklim di Indonesia. Peran itu ada di tangan  BI dan OJK. Kedua lembaga ini kedudukannya setara dengan presiden. Posisi lembaga ini independen yang memiliki kebebasan untuk bertindak di dalam masalah keungan. 

Sepertinya BI dan OJK tidak pernah ikut agenda negara. Dalam hal ini apa yang disepakati presiden dengan DPR dalam undang-undang ratifikasi perubahan iklim tidak melibatkan dua lembaga itu.

Lalu siapa BI dan OJK? Mereka adalah negara dalam negara yang mengatur kebijakan moneter dan perbankan, mengatur suku bunga dan mengawasi perbankkan. Mengapa BI dan OJK tidak ikut dalam agenda perubahan iklim, padahal jika ditelusuri siapa penyebab kerusakan lingkungan nomor satu? Maka jawabannya adalah lembaga keuangan bank maupun non bank. 

Dari sana lah semua kerusakan lingkungan dimulai. Selama  ini perbankan tidak pernah memiliki protokol lingkungan hidup dalam menyalurkan utang. Mereka tidak menjadikan masalah lingkungan sebagai prasyarat pinjaman. Maka dapat dikatakan perbankan lah yang memberikan kontribusi utama  kepada perusakan lingkungan.  

Seharusnya hal itu bisa dicegah jika dua lembaga yang berkewenangan mengontrol kinerja perbankkan dan lembaga keungan nonbank memiliki agenda penyelamatan lingkungan sesuai agenda climate change.

Bank dan lembaga keuangan berada di balik pembiayaan semua perusahaan penebang pohon dan kayu, pertambangan, penggali bumi, perusahaan energi fosil, batubara, pembangkit-pembangkit batu bara dan perusahaan sawit. Semua itu merupakan kegiatan yang paling masif berkonstribusi pada kerusakan lingkungan.

Di sini, perbankan sama sekali belum menunjukkan komitmen mereka dalam isu perubahan iklim dan rencana transisi energi. 

Perbankan sama sekali tidak dalam posisi menyukseskan agenda pemerintah untuk memberikan pinjaman murah dan mudah kepada kegiatan yang mengusahakan dan menghasilkan energi baru terbaharukan (EBT). Bank telah disandera oleh bandar fosil dan oligarki pembangkit batubara. 

Sekarang lah saatnya mempertanyakkan posisi dan peran BI serta OJK terhadap keselamatan bangsa, negara, alam dan lingkungan. 

Kelihatannya BI dan OJK hanya memutar uang tanpa  mempedulikan  lingkungan dan kemanusiaan? Padahal pukulan pertama COP 26 akan diarahkan kepada bank dan lembaga keuangan untuk menghentikan membiayai industri tambang dan pembangkit listrik yang polutif.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia.