Menakar Hitam Putih Nasib Tapir

Ilustrasi. Foto: Shutterstock.
Ilustrasi. Foto: Shutterstock.

HITAM dan putih adalah warna yang bertolak belakang. Dua warna ini juga memengaruhi warna-warna lain. Dalam konteks satwa liar atau mamalia besar di darat, tiga hewan populer memiliki ciri khas hitam dan putih, yakni zebra di Afrika, panda di Cina, dan tapir. Hewan terakhir ini juga dikenal dengan sebutan tapir malaya atau tapir asia. 

Warna hitam dan putih adalah penyamaran yang sempurna bagi tapir untuk bertahan hidup di hutan Sumatera. Dalam balutan dua warna ini, tapir dapat mengelabui predator. Pola warna ini adalah hasil evolusi panjang dan menjadi kamuflase sempurna tapir. Hitam dan putih yang menutupi tubuh tapir membuat satwa pemangsa bingung.

Terdapat empat jenis tapir yang masih tersisa hingga saat ini. Tiga di antaranya dapat dijumpai di Amerika Selatan, yakni tapirus bairdii, tapirus pinchaque dan tapirus terrestris. Hanya satu jenis yang tersebar luas di Asia Tenggara, yakni tapirus indicus. Satwa ini hanya dapat dijumpai di selatan Danau Toba di Sumatra Utara, di kawasan Sumatera Tengah hingga ke selatan di Lampung.

Peran tapir di alam liar sendiri tidak sesederhana warnanya. Hewan ini berperan penting dalam proses regenerasi hutan, pemencaran, ataupun meningkatkan dinamika dan stratifikasi pada lapisan bawah hutan. 

Tapir juga makan buah-buahan yang berserak di lantai hutan. Secara ekologi, perut tapir tidak dapat mencerna buah-buahan yang banyak ditemukan di hutan sumatera. Tetap tersisa biji dalam kotoran tapir. Bagi hutan, peran ini penting untuk membantu proses pemencaran biji dan regenerasi hutan. Ini juga meningkatkan dinamika dan stratifikasi pada lantai bawah hutan. 

Tapi, seperti banyak hewan liar di hutan sumatera, tapir berhadapan dengan penurunan populasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh perubahan fungsi hutan. Konversi besar-besaran hutan menjadi perkebunan sawit, perambahan hutan, dan keberadaan manusia, membuat habitat satwa ini terganggu.

Tapir juga masih harus berhadapan dengan perburuan oleh manusia. Diperkirakan, berdasarkan data dari iucnredlist, hanya tersisa 1.500-2.000 individu. Jumlah tapir menurun di seluruh Asia Tenggara.

Di Sumatera, walau tidak ada perkiraan populasi, tapir hanya tersisa 400-500 individu dewasa. Spesies ini masuk dalam daftar “terancam punah” karena penurunan populasi di masa lalu, hilangnya habitat, dan perburuan satwa liar.

Saat ini sebagian besar populasi tapir tersisa terisolasi di Sumatera yang berada di kawasan lindung dan kawasan fragmentasi hutan yang terputus-putus dan menawarkan sedikit kemampuan untuk pertukaran genetis. Eksistensi tapir benar-benar suram. 

Meski Indonesia mengembangkan rencana Aksi Konservasi Tapir Nasional pada 2013, proyek ini belum dilaksanakan secara efektif di seluruh wilayahnya. Upaya konservasi untuk mempertahankan jumlah populasi tapir yang lestari juga terhalang oleh ketidakmampuan pemerintah dalam merancang infrastruktur yang bersahabat dengan alam liar.

Pembangunan jalan dan pembukaan kawasan, misalnya, tidak memasukkan analisis tentang kehidupan satwal liar yang terdampak, termasuk tapir. Padahal pemerintah seharusnya merancang jalan atau kawasan yang tidak memutus hubungan populasi tapir dengan populasi lain. Hal yang sama juga dirasakan oleh gajah dan satwa kunci lain yang seharusnya berkembang biak dengan mengawini individu dari kelompok lain.

Jika pemerintah peduli terhadap keberlangsungan hutan di Sumatera, seharusnya pemerintah merancang pembangunan infrastruktur yang tidak memutus habitat tapir. Jalur ini juga bisa digunakan untuk gajah, harimau, atau orang utan, agar tidak terisolir dan mengawini “saudara sedarah”. 

Jika di Amerika Serikat pemerintah membangun jalan khusus untuk jalur kepiting merah, atau Belgia membangun jalur khusus untuk satwa liar, pemerintah juga bisa melakukan hal sama di Sumatera. Belumlah terlambat bagi pemerintah untuk memulai memikirkan dan melaksanakan hal itu.

| Penulis adalah pengamat satwa liar Indonesia dan alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan TGK Chik Pantee Kulu Darussalam, Banda Aceh.