Menelusuri Kapal Atas Rumah: Saksi Bisu Tsunami Aceh

Pengunjung tampak menelusuri kapal diatas rumah, peninggalan tsunami Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Pengunjung tampak menelusuri kapal diatas rumah, peninggalan tsunami Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

BERKUNJUNG ke Aceh tak lengkap rasanya bila tidak mengunjungi salah satu situs wisata sejarah. Ramai wisatawan yang datang ke Serambi Mekkah untuk berlibur, ada pula yang menghabiskan waktu untuk mempelajari wisata sejarahnya. Salah satu wisata sejarah peninggalan tsunami adalah Boat (kapal) atas rumah.


“Besarnya kapal tu, coba lihat gimana cara naikinnya,” ujar seorang bocah, Farhan, wisatawan asal Medan yang sedang menghabiskan waktu libur akhir tahun bersama keluarga. 

Dia takjub melihat kapal nelayan yang tersangkut di atas atap rumah. “Itu makna dari kebesaran Allah, belasan tahun lalu terjadi tsunami di Aceh, air gelombang tinggi yang membawa kapal ini hanyut sampai ke atap rumah orang,” kata orang tua Farhan memberi pemahaman tentang kapal atas rumah, saksi bisu dahsyatnya bencana tsunami 18 tahun silam. 

Ya, kapal di atas rumah adalah sebuah situs sejarah yang menjadi saksi bisu dahsyatnya gelombang tsunami. Kapal yang sempat menyelamatkan ribuan orang kini disulap menjadi objek wisata sejarah. Uniknya objek wisata satu ini tidak akan ditemui di mana pun. Terletak di Desa Lampulo, kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

Saat memasuki situs ini pengunjung akan melihat nama-nama warga Lampulo yang menjadi korban pada bencana, nama-nama itu ditulis pada dinding dalam rumah. Wisatawan akan melihat galeri foto bekas bencana, melihat panorama kapal pengunjung bisa menikmatinya dengan menaiki jembatan kurang lebih lima meter.

“Kapal kayu dengan ukuran 25 meter dan lebar 5,5 meter, beratnya ditaksir sekitar 20 ton. Sudah tiga kali direhab agar situs sejarahnya tetap bertahan sampai kini,” sebut Widya salah satu volunteer yang menjadi tour guide.

Kapal penolong masyarakat saat bencana tsunami terjadi itu sehari sebelumnya masih terparkir rapi di sungai Krueng Aceh, hingga akhirnya gelombang tinggi bencana tsunami membawa kapal itu mendarat di rumah pasangan Misbah dan Abbasiyah.

Hari itu, pengurus kapal bernama Saiful Bahri dan Hasri Yulian menginstruksikan kepada Adun sebagai penjaga kapal untuk bersiap-siap sebab pada hari minggu 26 Desember 2004 kapal ini ingin diturunkan ke sungai.

Takdir tertulis, kapal yang seharusnya diturunkan untuk mengais rejeki malah dinaikkan oleh gelombang tsunami ke atas atap rumah, kapal tersebut kemudian digunakan warga untuk naik dan menyelamatkan diri. Kapal itu telah menyelamatkan 59 warga sekitar yang dilanda tsunami. 

Lantunan zikir, kumandang azan hingga lantunan doa dari warga membuat kapal tetap berdiri menyelamatkan puluhan warga. Seperti yang dirasakan Nenek Minah yang menjadi salah satu penumpang kapal tsunami. Saat itu nenek Minah ditarik oleh warga yang sudah lebih dulu naik ke atas kapal.

“Yang ada di benak, dunia sudah kiamat, tapi ini kuasa Allah, kami naik kesana dan alhamdulillah semua yang sempat naik bisa selamat Alhamdulillah,” kenang Aminah, saat sedang membaca Al-Quran di depan kapal itu, Ahad, 25 Desember 2022.

Pemuda yang tertidur saat tsunami terjadi

Di antara semua kisah pilu dari penumpang kapal yang tersangkut di atas atap rumah, terdapat anak buah kapal yang saat itu tertidur pulas, ia tidak sadar tsunami telah terjadi, dan terbangun saat warga lainnya memanggil. 

“Warga bertanya pada pria tersebut, apakah kamu sadar tsunami terjadi, dia jawab tidak, tapi itulah keajaiban Allah yang maha kuasa,” cerita Widya pemandu wisata.

 

Menurut cerita warga, saat tsunami terjadi ada buaya berukuran raksasa dibawah rumah warga tempat tersangkutnya kapal. Namun setelah air laut surut buaya itu ikut menghilang.

Dijadikan situs wisata sejarah oleh Pemerintah Aceh 

Saat Aceh sedang berusaha pulih, pemerintah setempat berinisiatif untuk renovasi dan membangun tempat ini sebagai situs wisata. Di kapal ini puing puing bekas hantaman masih tetap dipertahankan agar wisatawan dapat melihat secara nyata. 

Saat berkunjung ke lokasi pengunjung tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun, sebab wisata sejarah ini gratis. Hanya ada kotak sumbangan untuk biaya kebersihan lokasi bagi pengunjung yang ingin menyumbangkan bantuan dana seiklasnya. 

Terdapat fasilitas lain yang cukup memadai seperti toilet umum, tempat parkir serta mushola, juga meseum mini untuk mengenang bencana tsunami, wisatawan juga bisa membeli makanan, minuman hingga souvenir.