Menghapus Gerah di Pelukan Ceuraceu

Rahmat saat mengabadikan momen dengan latar air terjun. Foto: Irfan Habibi/RMOL Aceh.
Rahmat saat mengabadikan momen dengan latar air terjun. Foto: Irfan Habibi/RMOL Aceh.

WAJAH Rahmat penuh peluh. Sesekali dia menyeka dengan tangannya. Ia menghembus nafas panjang usai menyusuri arus sungai dan perbukitan di hutan Desa Krueng Batee, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya.


Di pedalaman hutan Krueng Batee ini, terdapat air terjun yang bertingkatan. Mulai dari tingkat satu hingga tujuh. Tak heran, jika air terjun ini dinamai Ceuraceu Tujoh.

Menuju ke tempat ini, hanya membutuhkan waktu setengah sampai satu jam perjalanan kaki dari pemukiman warga. Sebab, akses ke sana belum bisa dilalui dengan kendaraan, baik roda dua apalagi roda empat.

Meskipun lokasi air terjun ini terletak di kawasan perdalaman, tidak menyurutkan Rahmat pergi ke sana. Karena saat menempuh perjalanan, mata disuguhi keasrian alam yang masih perawan. Kicauan burung ikut menenangkan pikiran.

Ketinggian air terjun berbeda tiap tingkatannya. Paling tinggi, tingkat tujuh. Tingginya mencapai 15 meter. Sedangkan paling rendah, tingkat lima. Sekitar 5 meter.

Di bawah air terjun pun terdapat genangan air seperti kolam, di sana pengunjung bisa mandi sembari melompat dari atas ketinggian air. Air yang jatuh sangat jernih, segar, dan dingin.

Baru sebentar Rahmat beristirahat di atas bebatuan itu, badannya terasa menggigil kena terpaan air terjun. "Dingin sekali, padahal belum mandi," sebut Rahmat, sembari menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Di Ceuraceu Tujoh ini, selain dapat mandi sepuasnya sampai menggigil. Pengunjung yang ingin mengabadikan hutan alam yang asri, sangat cocok.

Sambil menikmati keindahan alam di sana, pengunjung sering membawa perlengkapan dan menggelar bakar-bakar ayam. Setelah matang, ayam bakar dan nasi dinikmati di tengah hutan dan di samping air terjun. Rasanya berkali-kali lipat lebih nikmat.

Karena masih alami dan asri di tengah hutan, di Ceuraceu Tujoh ini belum tersedia akomodasi apa pun. Sehingga pengunjung diharuskan membawa semua kebutuhan dan keperluan, seperti makanan dan minuman.

Rahmat mengaku sangat sering pergi ke tempat ini. Karena di sini dia menemukan ketenangan, jauh dari kebisingan kota. "Tempat ini sangat cocok melepas penat di sela-sela kegiatan padat," kata Rahmat kepada Kantor Berita RMOL Aceh, Ahad, 24 Juli 2022.

Saat akhir pekan, kata Rahmat, ramai pengunjung ke sini. Paling banyak, saat liburan panjang. Seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Bahkan, saat menyambut puasa Ramadhan.

"Kan kita di Aceh, saat menyambut hari hari besar Islam, tempat wisata ramai dikunjugi," kata Rahmat. "Begitu pula dengan wisata ini, ramai yang mengunjunginya. Apalagi tidak dipungut biaya sepersen pun."

Rahmat menyebutkan, wisata Ceuraceu Tujoh ini kebanyakan dikunjungi usia-usia muda. Mulai dari 15 hingga 35 tahun. Sayangnya, kata Rahmat, akses ke sini masih harus berjalan kaki.

"Kalau dibikin jalan yang bagus menuju ke sini, pasti pengunjungnya lebih membludak. Pastinya, dapat meningkat perekonomian masyarakat sekitar," kata Rahmat.

Rahmat berharap suatu saat destinasi wisata alam itu dapat di akses berbagai kalangan. Sehingga perekonomian masyarakat di sekitar menjadi lebih baik.

Matahari mulai condong ke barat. Pertanda hari sudah menjelang malam. Rahmat pun memasuki kembali barang-barang bawaannya. Dengan badan yang menggigil, Rahmat meninggalkan surga tersembunyi itu di tengah belantara hutan Aceh Barat Daya.