Menjaga Kambing Hutan Sumatera Tersisa di Aceh

Kambing Hutan. Foto: the animal.
Kambing Hutan. Foto: the animal.

KAMBING ternak (Capra aegagrus hircus) merupakan salah satu subspesies kambing yang dipelihara dari kambing liar Asia Barat Daya dan Asia Tengah. Hewan ini dibudidayakan manusia kira-kira 8.000 hingga 9.000 tahun lalu. Hewan ini begitu dekat dengan manusia karena kebutuhan manusia terhadap susu, daging, bulu, dan kulit. Terdapat lebih 300 jenis kambing yang berbeda-beda yang telah didomestikasi di seluruh dunia.

Di samping kambing ternak yang ada dalam manifestasi sejarah peradaban di Asia, juga ada kambing liar penghuni di hutan belantara Asia. Termasuk di Sumatera. Kambing liar itu disebut dengan kambing hutan Sumatera atau Sumatran Serow (Capricornis sumatrensis). 

Kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatrensis) tersebar luas dari India Utara, Nepal, Malaysia hingga pulau Sumatera. Kambing Sumatera terdiri dari 11 subspesies dan secara taksonomi terkait erat dengan kambing hutan Jepang (Capricornis crispus) dan kambing hutan Formosa (Capricornis swinhoi). Jangkauan distribusi mencakup lebih dari 11 negara.

Di Indonesia, kambing hutan (Capricornis sumatraensis sumatraensis) hanya terdapat Pulau Sumatera dan tersebar menyuruh di seluruhan Kawasan hutan dari Lampung hingga Aceh. Hewan ini mendiami deretan Bukit Bariasan. Kambing hutan Sumatera (Capricornissumatraensis Sumatraensis) berhabitat pada tipe hutan dataran rendah (8 1,82%) yang bercirikan gua, tebing batu dan perbukitan terjal (Bechstein, 1799).

Untuk jumlah populasi kambing hutan ini sangat minim informasinya. Beberapa informasi keberadaan kambing hutan, yang kini dianggap langka, ada di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Hal ini diketahui berdasarkan survei kamera jebak yang dilakukan pada 2005 dan 2006 (Leader-Williams et al. 2006). Dari ratusan ribu jam survei kamera jebak dalam enam tahun, hanya satu foto yang merekam keberadaan kambing hutan yang berada pada ketinggian 2.700 mdpl di sebuah lereng gunung berapi. 

Informasi keberadaan kambing hutan Sumatera juga dapat diketahui dari penduduk desa ataupun pemburu lokal. Secara umum populasi kambing hutan di Sumatera terfragmentasi, terisolasi. Hal ini dipicu oleh perusakan habitat di seluruh jangkauannya dan perburuan seiring dengan gegap gempitanya pembangunan di Sumatera. 

Di saat bersamaa, tidak tersedia data yang dapat diandalkan tentang kelimpahan dan penyebaran spesies ini. Kambing hutan terus diburu untuk diambil dagingnya atau tanduk hanya untuk dijadikan aksesori. Tidak ada informasi lebih rinci mengenai keberadaan kambing hutan ini. Hal ini menyulitkan penerapan tindakan konservasi yang efektif di masa yang akan datang.

Provinsi Aceh dapat disebut sebagai daerah stok satwa liar di Sumatera, termasuk untuk populasi kambing hutan. Hutan Aceh relatif lebih baik dibandingkan dengan hutan di daerah lain di Sumatera. Dalam Bahasa Aceh, kambing hutan disebut kameng uteun. Populasinya tersebar merata dari Kawasan Ekosistem Leuser hingga kawasan DAS Peusangan sampai ke Kawasan Ulue Masen. 

Informasi keberadaan kambing hutan ini dilakukan oleh beberapa peneliti yang melakukan survei satwa liar di Kawasan Leuser, Ulue Masen dan DAS Peusangan. Para peneliti menemukan jejak dan temuan video dan foto kambing hutan sebagai bukti keberadaan hewan itu di hutan Aceh. 

Sama seperti di daerah lain, kambing hutan di Aceh juga diburu. Bahkan di kawasan lindung. Perburuan itu terus meningkat karena jalan-jalan penebangan liar telah membuka akses untuk memudahkan pemburu liar kambing masuk Kawasan hutan yang sebelumnya tidak dapat diakses. Masyarakat setempat di kawasan itu mengklaim bahwa populasi hutan ini telah menurun (IUCN 2020).

Sebagai satu-satunya hutan yang masih bagus, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh seharusnya fokus untuk mempertahankan tutupan hutan ini. Kedua pihak itu harus serius untuk menjadikan hutan Aceh sebagai rumah yang dihuni oleh keanekaragaman hayati yang tinggi. 

Hutan Aceh yang saat ini terus menurun kualitasnya akibat salah urus dapat mendatangkan devisa dari sektor pariwisata. Sektor wisata satwa liar ini terbukti berhasil menggaet wisatawan berkantong tebal dari Eropa, Amerika Serikat, atau Arab, di negara-negara lain. 

Aceh layak mencoba melakukan hal yang sama. Dengan demikian, keanekaragaman hayati yang tersisa di Sumatera dapat dinikmati di Aceh. Tak hanya harimau, gajah, orang utan, atau badak. Bahkan kambing hutan juga dapat mendatangkan uang yang banyak jika kita mempertahankan keberadaan dan habitatnya. 

| Penulis adalah pemerhati satwa liar Aceh.