Merajut Cuan dari Rotan Aceh Besar

Nada, saat sedang mengayam rotan menjadi barang bernilai jual di Aceh Besar. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Nada, saat sedang mengayam rotan menjadi barang bernilai jual di Aceh Besar. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

NADA (20), tampak sibuk memilah seutas rotan kering dari pemburu. Perempuan berkacamata itu terus bernegosiasi sampai harga pas telah disepakati. 


Sesaat kemudian proses jual beli rotan kering dilakukan, Nada tanpa berlama-lama langsung memotong kecil-kecil dan menjadikan tanaman yang tumbuh subur di belantara hutan Aceh Besar itu beberapa bagian. 

Gadis itu beranjak memilih tempat teduh untuk merajut rotan, tangannya terlihat cetakan saat membentuk helaian menjadi barang bernilai jual. 

"Diajarkan mamak (orang tua perempuan), sejak masih kecil suka melihat-lihat, saya pikir ini perlu saya teruskan," ujar Nada kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 5 Mei 2023.

Berbulan-bulan Nada yang saat itu masih berusia 16 tahun belajar memahami setiap teknik pembuatan kerajinan rotan, pernah sesekali dirinya merasa menyerah karena kesusahan menguasai setiap teknik dasar. 

Waktu terus berlalu bersamaan dengan kegigihan, Nada akhirnya menguasai setiap teknik yang diajarkan. Dirinya melihat begitu banyak peluang bisnis dari anyaman rotan yang sayang bila dilewatkan begitu saja. 

Apalagi, saat dirinya melihat begitu banyak Ibu-Ibu desa yang menguasai anyaman tersebut. Dia hakul yakin, dengan menekuni bisnis ini akan membantu kesejahteraan masyarakat sekitar. 

Aceh Besar, kata Nada, dikaruniai dengan bukit barisan menjulang panjang, didalamnya tumbuh subur rotan-rotan, dahulu para petani begitu bersemangat dalam mencari dan menjualnya kepada pengrajin.  

Rotan-rotan dikeringkan, lalu dianyam oleh nenek moyang, lewat keterampilan tersebut para leluhur membuat berbagai alat bantu rumah tangga mulai dari wadah, keranjang serta berbagai alat lainnya yang cocok jika berbahan dasar rotan. 

Menurut Nada, mengayam rotan terus dilakukan dikalangan para ibu tahun 80-an, perhatikan dan dilihat dengan seksama oleh anak cucu, para nenek kemudian mewarisi ilmu sederhana dalam merajut rotan dengan harapan dapat mensejahterakan ekonomi keluarga. 

Tidak hanya Nada, saat ini jika ada yang melintas dari Banda Aceh menuju daerah Aceh Besar, di bibir jalan akan ditemui banyak lapak penjual anyaman rotan dengan berbagai model dan bentuk modifikasi bernilai jual tinggi.  

Sama halnya dengan usaha Nada dan keluarga, usaha bernama "Ratu Selimit" itu juga ikut berjejer diantara puluhan usaha warga lainnya. Terdiri dari hiasan gantung seperti cermin, tudung saji, keranjang, sofa, meja, sendal, tas, vas bunga, hingga berbagai barang lainnya.  

Bahkan, selain warga lokal, Nada menyebutkan saat ini anyaman rotan milik warga Aceh Besar sudah terkenal hingga mencanegara, banyak diburu oleh wisatawan asal Malaisya, tak tinggal beberapa orderan silih waktu ikut berdatangan dari Brunei Darussalam melalui aplikasi belanja online.  

Untuk setiap harga, Nada mengatalan dijual dengan harga bervariasi tergantung berapa banyak bahan baku serta kesulitan selama proses pembuatan. Setiap satu barang dijual dari harga ratusa ribu hingga jutaan. 

"Seni tentu tidak ada harganya, beberapa pelanggan menganggap mahal, kalau sudah ngerti seni mereka langsung ambil, sekalian memuji," ujarnya. 

Nada berharap, hutan Aceh terus dijaga agar keasrian dan tanaman yang dikandungnya tidak punah, sebab menurutnya banyak warga yang mengadu nasib di sana.

Nada juga berharap Pemerintah daerah serta perusahaan swasta ikut membantu warga seperti dalam berbagai pelatihan atau dukungan modal usaha. Sebab menurutnya usaha kerajinan ini dapat membantu ekonomi masyarakat.