Merawat Telinga, Menghindari Ketulian

Ilustrasi: net.
Ilustrasi: net.

Telinga adalah Investasi yang harus kita jaga untuk masa depan yang lebih baik. WHO mengharapkan agar masyarakat memahami pentingnya telinga dan pentingnya upaya menceah ketulian dan gangguan pendengaran.


"Serta turut mempromosikan perawatan telinga dan pendengaran di seluruh dunia," kata Lily Setiani, Ketua Komda PGPKT Provinsi Aceh dalam sebuah talkshow di Banda Aceh, kemarin. 

Talkshow Interaktif yang mengusung tema  Waspada Derita Panjang Akibat Tuli Saraf ini merupakan rangkaian peringatan Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day) yang jatuh pada 3 Maret. Selain Lily, di Studio Aceh TV juga hadir Azwar Abdullah, Ketua Perhati-BKL Aceh dan Ketua Komda PGPKT Kota Banda Aceh. 

Di Aceh, peringatan Hari Pendengaran Sedunia dipusatkan di Sabang. Ada sejumlah kegiatan yang digelar untuk memeriahkan acara ini, diantaranya adalah penyuluhan kesehatan THT, talkshow/dialog interaktif di televisi, kunjungan ke sekolah, dan ada juga penyuluhan ke masyarakat, baik melalui televisi maupun melalui radio.

Kegiatan lain yang akan dilakukan berupa screening gangguan dengar pada anak sekolah dan juga kegiatan bersih-bersih telinga pada anak-anak sekolah dasar.

Menurut Lily, angka gangguan  pendengaran di dunia saat ini cukup tinggi. Menurutnya, banyak penyebab dari gangguan pendengaran ini yang sebenarnya bisa dicegah. Dalam paparannya ia merinci beberapa penyebab gangguan pendengaran tersebut dan mengajak pemirsa untuk memahami penyebab dan cara pencegahannya.

"Penyebab pertama adalah karena infeksi, yang sebenarnya bisa kita cegah. Penyebab kedua adalah tuli sejak lahir. Tuli sejak lahir ini pencetusnya diantaranya adalah kebiasaan ibu yang mengkonsumsi obat tanpa melalui resep dokter saat hamil. Ada beberapa jenis obat tertentu yang bersifat racun bagi telinga," ujar Lily.

Selanjutnya tuli akibat bising. Bising adalah polusi suara yang mengganggu dan sudah tidak nyaman pada indera pendengaran kita, banyak penyebabnya, seperti bising yang ditimbulkan akibat pekerjaan, misalnya gangguan  bising yang diterima secara konstan dan berulang oleh para pekerja pabrik, para pekerja di tempat pusat permainan/game anak-anak. 

Contoh lainnya adalah bising akibat polusi suara dijalanan yang setiap hari dihadapi oleh  polisi lalu lintas. Atau pada pertunjukan musik yang menyetel suara yang sangat kuat. Di Aceh, kebisingan sering kali terjadi pada musik yang diputar pada acara hajatan atau pesta perkawinan, biasanya ada musik yang volumenya terlalu keras yang diperdengarkan satu hari penuh saat pesta perkawinan.

Penyebab ketulian selanjutnya yang bisa dicegah adalah serumen atau kotoran telinga. Jika kotoran telinga cukup banyak, hal ini juga bisa mengganggu pendengaran juga yang sebenarnya bisa dicegah dengan rajin merawat kebersihan telinga dan rutin memeriksakan kesehatan telinga setiap 6 bulan sekali ke dokter THT.

Serumen telinga yang tidak dibersihkan ada kaitannya dengan capaian prestasi anak disekolah. Jika anak kurang baik pendengarannya, maka kemampuannya dalam menyerap pelajaran akan berkurang, dan ini akan sangat berpengaruh pada prestasi anak di sekolah.

Azwar Abdullah menambahkan, maraknya penggunaan gadget, terutama para remaja dimasa pandemi Covid-19, memicu ketulian jika tidak diatur. Banyak anggota masyarakat yang tidak memahami batas penggunaan volume dan waktu mendengarkan menggunakan  headset/earphone.

"Sebagian objek yang diteliti terpapar dalam waktu yang lama. Volume besar atau melebihi batas yang diperbolehkan berakibat tuli saraf," kata Azwar. 

Azwar menambahkan bahwa infeksi Covid-19 juga bisa mengganggu dan menyebabkan tuli saraf. Sat ini terdapat 466 juta jiwa orang yang mengalami gangguan dengar di dunia. Dari angka itu, 97 persen gangguan dengar itu terjadi pada orang dewasa dan hanya 3 persen kasus terjadi pada anak di bawah 2 tahun. 

Di Indonesia sendiri, menurut Riset Kesehatan Dasar, diperkirakan ada sekitar 2,5 persen dari populasi yang mengalami hal ini. Berdasarkan angka ini, Azwar memprediksi di Aceh angka ini juga cukup banyak. Data kunjungan RSUDZA 2020 mencatat ada 297 pasien yang terdeteksi mengalami gangguan dengar tuli saraf (tuli permanen) yang akan diderita seumur hidup.

Menurut dokter spesialis THT yang sering turun ke daerah-daerah terpencil ini, menjaga kesehatan telinga dan kepala ini sebenarnya bukan hanya menjadi tugas rutin dari seorang dokter daja. Kepolisian juga memberikan imbauan dan bahkan memberikan sanksi agar orang selalu menggunakan helm.

"Tujuan apa? Tak lain dan tak bukan adalah untuk melindungi kepala dan telinga. Azwar menegaskan bahwa memakai helm sebenarnya bukan hanya ditujukan untuk melindungi kepala tok, tapi juga untuk melindungi semua indera yang ada di kepala," kata Azwar. 

Selain itu, penting juga diberikan pemahaman akan makan makanan sehat yang bergizi seimbang, dan menghindari rokok. Rokok, kata dia, menjadi pencetus kanker. Kanker itu ada yang ganas dan ada yang jinak. Jika kankernya ganas, itu ada yang sampai ke area otak.

Di area otak, kanker berpotensi mengenai pusat pendengaran dan menyebabkan gangguan dengar. Jadi, kata Azwar, larangan merokok  bukan sekadar melindungi paru-paru. Hal itu juga untuk mencegah tumor di otak yang berimbas kepada gangguan pendengaran juga.

Azwar menegaskan jika gangguan telinga ini sebenarnya bisa dicegah, salah satunya dengan lebih banyak memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan telinga.

Selain itu, Azwar menilai perlu peningkat akses pelayanan kesehatan yang lebih baik dan juga kepedulian pemerintah daerah untuk deteksi dini kasus dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada penderita. Ia juga berharap agar pemerintah bisa memfasilitasi mereka untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan yang lebih baik.