Merindukan Kesyahduan Masjid Raya Baiturrahman

Masjid Raya Baiturrahaman. Foto: RMOLAceh/Fauzan.
Masjid Raya Baiturrahaman. Foto: RMOLAceh/Fauzan.

MASJID Raya Baiturrahman masih menjadi destinasi wisata paling diminati di Banda Aceh. Masjid yang terletak di pusat kota Banda Aceh ini ramai dikunjungi wisatawan, baik muslim atau nonmuslim. 


Salah satu pengunjung, Ismail, asal Medan, Sumatera Utara, mengatakan keindahan Masjid Raya Baiturrahman membuat dirinya merasa sangat merasa nyaman saat berada di areal masjid itu. Dia mengatakan hampir setiap sudut masjid itu membuat dia merasa takjub. 

"Maka itu, kami sekeluarga setiap berpergian ke Aceh tidak lupa singgah ke Masjid Raya Baiturrahman," kata Ismail kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad, 8 Mei 2022. 

Menurut Ismail, masjid ini menyimpan sejarah besar yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, kata dia, selain keindahan juga memiliki fasilitas wisata yang sangat luar biasa bagus dan juga bisa melihat pemandangan dari ketinggian menara utama masjid raya. Bahkan Ismail dan keluarga melaksanakan salat lima waktu di masjid ini. 

"Tentu itu selain mengagumi dengan keindahan masjid raya kami juga sekeluarga melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah di masjid ini," kata Ismail.

Masjid Raya Baiturrahman yang berlokasi di pusat Ibukota Provinsi Aceh, tak hanya terkenal akan keindahan dan kemegahan arsitekturnya yang memukau. Sejarah yang dimiliki masjid ini telah menjadikannya sebagai simbol agama, budaya, dan pejuangan rakyat Aceh.

Masjid Raya Baiturrahman, didirikan pada tahun 1612 masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Sumber sejarah lain menyebutkan masjid ini dibangun lebih awal pada Tahun 1292 oleh Sultan Alaudin Mahmudsyah.

Bangunan yang berdiri di areal yang dahulu dinamai Bustanussalatin ini bukanlah bangunan yang didirikan oleh raja Aceh. Pada 1873, seorang jenderal asal Belanda, yang memimpin serangan ke Aceh, membakar Van Swieten, membakar masjid ini. 

Lantas masjid ini dibangun kembali dengan mengadopsi arsitektur dari sejumlah negara Islam. Terutama Turki. Sejumlah renovasi yang dilakukan di Masjid Raya Baiturrahman tidak menghilangkan ciri khas masjid yang dibangun usai dibakar oleh Belanda. 

Dari kejauhan, masjid ini memang terlihat megah. Saat dibangun pertama kali, masjid ini hanya memiliki satu kubah besar yang saat ini menjadi kubah utama. Lantas pada 1935, Masjid Raya Baiturrahman diperluas dengan menambahkan dua kubah di sisi kiri dan kanan. Penambahan kubah terus dilakukan hingga saat ini masjid yang menjadi ciri khas Banda Aceh itu memiliki tujuh kubah.

Kubah-kubah ini disangga oleh tiang kokoh berkelir putih. Di bagian atap tergantung sejumlah lampu hias yang melengkapi sejumlah ornamen yang menutupi sebagian tiang dan dinding. Saat ini, seluruh lubang angin di masjid itu ditutupi dengan kaca karena Pemerintah Aceh melengkapi masjid dengan pendingin udara. 

Masjid Raya Baiturrahman berdiri di lahan seluas lebih dari 30 ribu meter per segi. Sementara total luas bangunan masjid mencapai 4.000 meter per segi. Masjid ini mampu menampung hingga puluhan ribu jamaah. 

Pada era Aceh modern, masjid ini menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk menyuarakan referendum. Saat bencana ganda, gempa bumi dan tsunami, masjid ini menjadi tempat banyak orang berlindung dari air laut berwarna hitam yang menyeret apapun dari arah Ulee Lheue. Banyak juga warga nonmuslim yang menyelamatkan diri di masjid ini. 

Gubernur Aceh Zaini Abdullah merombak halaman masjid ini. Hamparan rumput berganti dengan lantai granit lengkap dengan payung raksasa, mirip dengan payung di halaman Masjid Nabawi. Di bawah hamparan granit putih itu, dibangun areal parkir dan tempat wudhu. 

Ismail mengatakan Masjid Baiturrahman akan tetap dia rindukan. Menurutnya, ada aura mistis yang membuatnya merasa nyaman dan khusyuk saat beribadah di masjid ini. “Saya berharap dapat kembali berziarah ke masjid ini,” kata Ismail.