Meski Jadi Rahasia Umum, Pencuri Solar Bersubsidi seperti Tidak Tersentuh Hukum

Barang bukti dump truck yang dimodifikasi untuk memuat tiga ton solar bersubsidi. Foto: Dokumentasi Polda Aceh.
Barang bukti dump truck yang dimodifikasi untuk memuat tiga ton solar bersubsidi. Foto: Dokumentasi Polda Aceh.

Ketua Himpunan Pengusaha Nasional Minyak dan Gas (Hiswana MIgas) Aceh, Nahrawi Noerdin, meminta Kepolisian Daerah Aceh terus mengungkap para penimbun bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Aceh. Selama ini, keberadaan mereka tidak tersentuh hukum.


“Mereka ada, tetapi sangat sulit diungkap. Sudah menjadi rahasia umum sepak terjang mereka ini,” kata Nahrawi Noerdin kepada wartawan, Jumat, 15 April 2022.

Nahrawi mendukung kebijakan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Aceh yang membentuk satuan tugas (satgas) penindakan. Polda Aceh juga membuka posko pengaduan di seluruh Polres di Aceh terkait penyimpangan distribusi BBM bersubsidi.

Nahrawi berharap pembentukan satuan tugas ini membuat penindakan dapat berjalan secara massif. Dalam beberapa hari, saat polisi bertindak, mereka dapat mengungkap satu per satu bisnis ilegal dengan menjual kembali BBM bersubsidi ke pihak yang tidak berhak mendapatkan subsidi. 

Penindakan yang dilakukan oleh Polda Aceh dan jajaran kepolisian di seluruh resort di Aceh juga menjadi angin segar penegakan hukum atas deviasi peredaran BBM bersubsidi di Aceh yang menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan bahan bakar, terutama solar bersubsidi. 

“Harapan kita semua agar BBM bersubsidi di Aceh dapat terdistribusi dengan baik dan tepat sasaran,” ujar Nahrawi.

Polda Aceh membongkar penimbunan 1.500 liter bahan bakar minyak bersubsidi di sebuah gudang di Aceh Besar. Polisi menyebut penimbunan ini dilakukan oleh oknum anggota TNI. Hal ini menyusul pembongkaran aktivitas bisnis yang sama di Nagan Raya. 

Sementara Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Banda Aceh menangkap seorang pengemudi dan kernet yang memodifikasi tangki bahan bakar untuk membeli solar bersubsidi yang dijual kembali kepada pemilik pabrik pupuk di Aceh Besar.