Meski Molor, Mualem Hakul Yakin Pilkada Aceh Tetap Digelar 2022

Konferensi pers Partai Aceh terkait Pilkada Aceh 2022 di situs Putri Pukes di tepi Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Foto: RG.
Konferensi pers Partai Aceh terkait Pilkada Aceh 2022 di situs Putri Pukes di tepi Danau Laut Tawar, Aceh Tengah. Foto: RG.

Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf alias Mualem berharap dalam tempo satu atau dua bulan ke depan, kepastian pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2022 didapat. Mualem memastikan pihaknya akan memastikan hal ini sesegera mungkin. 


Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf alias Mualem berharap dalam tempo satu atau dua bulan ke depan, kepastian pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2022 didapat. Mualem memastikan pihaknya akan memastikan hal ini sesegera mungkin. 

“Sebenarnya bolanya sudah di pemerintah. Kita tunggu aja. Kalau saya rasa pilkada akan diundur sekitar enam bulan (dari rencana),” kata Mualem di sela-sela pembacaan pernyataan sikap Partai Aceh terkait kondisi politik Aceh di Takengon, Aceh Tengah, 29 Maret 2021. 

Pilkada 2022 menjadi salah satu topik penting yang dibahas dalam Rapat Kerja Partai Aceh. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Azhari Cage, juru bicara KPA/PA, Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA), seluruh elemen di Partai Aceh sepakat bahwa Pilkada 2022 adalah buah dari Nota Kesepahaman perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sudah ditandatangani dalam MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 

Dalam perdamaian itu tertuang komitmen kedua belah pihak untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua yaitu pemerintahan sendiri (sefl government). Kedua belah pihak juga bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.

Seluruh kader Partai Aceh, yang didirikan oleh bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka, mengatakan para pihak yang terlibat dalam konflik bertekad untuk membangun rasa saling percaya. Nota Kesepahaman ini merinci persetujuan-persetujuan yang dicapai dan prinsip prinsip yang akan memandu proses transformasi.

“Pada Tanggal 1 Agustus 2006, Presiden dan DPR RI telah mensahkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh menjadi salah satu Undang-Undang sebagai pedoman dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan atau sistem tata cara menjalankan Pemerintahan di Aceh yang sudah diatur dalam pasal per pasal,” kata Azhari Cage, juru bicara KPA/PA.

Karena itu, kata Azhari, Pemerintah Republik Indonesia harus segera merealiasikan butir-butir MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Partai Aceh, dan Komite Peralihan Aceh, juga mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk konsisten dalam penyelenggaraan pemerintahan di Aceh. Mereka harus tetap berpedoman kepada

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Azhari juga menyebut kader Partai Aceh dan anggota KPA mendesak Presiden Republik Indonesia untuk menyikapi persoalan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Aceh agar dapat terlaksana pada 2022, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. 

“Aturan itu berbunyi: Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia, serta dilaksanakan secara jujur dan adil,” kata Azhari. 

Isi pernyataan sikap ini, kata Mualem, akan ditembuskan kepada Crisis Management Initiative. Lembaga swadaya asal Swedia ini dilibatkan oleh Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik dengan GAM setelah pendekatan militer menemui jalan buntu.