Meski Tak Disetujui, Qanun Legalisasi Ganja Medis Tetap akan Dibentuk di Aceh

Ganja. Foto: net.
Ganja. Foto: net.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh terus mempersiapkan Qanun (peraturan daerah) terkait legalisasi ganja medis. Hal itu dilakukan semata-mata hanya untuk kebutuhan medis masyarakat Aceh.


"Apapun yang menjadi kebutuhan masyarakat Aceh harus kami perjuangkan, termasuk legalisasi pemanfaatan ganja untuk kebutuhan pengobatan," kata Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 3 Oktober 2022.

Menurut Falevi, tugas dan fungsi lembaga legislatif adalah menampung aspirasi rakyat Aceh. Sehingga apapun yang dibutuhkan oleh masyarakat Aceh wajib disuarakan dan diperjuangkan.

Dia mengatakan, perjuangan Santi Warastuti beberapa waktu lalu agar anaknya, Pika, bisa mendapatkan pengobatan Ganja Medis telah menggugah jutaan hati rakyat Indonesia.

Hal ini juga mendapat perhatian para wakil rakyat di DPR RI, Wakil Presiden, hingga Menteri Kesehatan yang pada akhirnya mengeluarkan permenkes agar penelitian tentang pemanfaatan tanaman ganja untuk kepentingan medis bisa dilakukan segera.

Selain itu, kisah Santi Warastuti telah membangkitkan keinginan dan kebutuhan rakyat Aceh yang sudah lama terpendam, yaitu untuk dapat kembali memanfaatkan tanaman ganja untuk pengobatan.

"Sesuatu yang sebenarnya sudah dilakukan oleh kami, masyarakat Aceh, sejak jaman nenek moyang kami. Sesuatu yang sebenarnya sudah sangat melekat di kebudayaan kami," ujar dia.

Falevi mengatakan, jika ada kebijakan nasional yang bisa menghambat kepentingan masyarakat Aceh, DPR Aceh bakal mengkaji melalui jalan politik dan konstitusionalnya agar dapat dijembatani.

"Bagi kami di Aceh, Qanun adalah perangkat hukum kami yang berpotensi untuk dapat menjembatani kepentingan tersebut," katanya.

DPR Aceh, kata dia, melempar wacana Qanun ini sebagai upaya awal untuk membuka dialog dan menyuarkan aspirasi masyarakat Aceh, kepada pemerintah pusat. Dia mengaku pernyataan Kepala Bidang Humas BNN Kombes Pol Ricky Yanuarfi pada tanggal 28 September 2022, yang menyatakan bahwa wacana Qanun Legalisasi Ganja di Aceh sudah terputus dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, sangat tidak menghargai hak kami, masyarakat Aceh.

"Pernyataan ini seolah ingin membungkam mulut kami bahkan sebelum kami diberi kesempatan berdialog," ujar Falevi.

Politikus PNA ini menyebutkan, sejak wacana legalisai ganja medis ini bergulir, BNN selalu menunjukkan sikap menolak keras dan seakan tidak terbuka untuk berdiskusi. Padahal masyarakat, pemerintah, dan bahkan DPR sebagai pembuat undang-undang, paling tidak sudah mau membuka ruang dialog.

"Kami tidak tahu apa kepentingan BNN yang seakan ingin agar pemanfaatan Ganja selalu dilarang di negeri ini, tapi kepentingan rakyat Aceh tak akan berhenti kami perjuangkan," kata Falevi.