Moeldoko Disebut Rusak Tatanan Demokrasi Indonesia

Moeldoko. Foto: wartaekonomi.
Moeldoko. Foto: wartaekonomi.

Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, disebut Din Syamsuddin, deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia, menciptakan kegaduhan nasional. KLB itu menampilkan atraksi politik dan tragedi demokrasi yang fatal.


"Saya terusik berpendapat tentang KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, karena menciptakan kegaduhan nasional dan mengganggu tatanan demokrasi Indonesia. KLB itu menampilkan atraksi politik dan tragedi demokrasi yang fatal," kata Din Syamsuddin seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin, 8 Maret 2021.

Karena itu, kata Din Syamsuddin, pemerintah perlu merespons dengan menolak KLB Sibolangit agar demokrasi di Indonesia sehat dan kegaduhan nasional mereda. Jika pemerintah mengesahkan hasil KLB yang menunjuk Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan sebagai ketua umum, hal itu akan menjadi preseden buruk bagi pengembangan demokrasi Indonesia dan menciptakan kegaduhan nasional.

Din Syamsuddin mengatakan KLB itu membuktikan upaya pendongkelan terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Seluruh bantahan yang diucapkan Moeldoko diciptakan untuk menjadi kenyataan. 

Sementara, terkait rencana Moeldoko mendaftarkan hasil kongres ke Kemenkumham, pengurus pusat dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat se-Indonesia akan mendatangi Kantor Kementerian Hukum dan HAM.

Anggota Majelis Tinggi Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan kantor Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap menghadapi Kongres Luar Biasa (KLB) tersebut. Mereka juga akan membawa sejumlah bukti dari sisi legalitas, sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. 

"AD/ART sama halnya dengan UUD 1945 kalau kita bernegara dan semuanya itu mengikat. Jadi kalau ada pelanggaran di luar AD/ART, itu sama dengan melanggar hukum,” kata Syarief. 

Kedatangan DPP Demokrat ke Kemenkumham akan dihadiri langsung oleh Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan didampingi Ketua DPD Demokrat se-Indonesia, pengurus, serta Majelis Tinggi Demokrat.

Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan jika rencana Moeldoko untuk mengambil alih Partai Demokrat terlaksana, dapat dipastikan bahwa Presiden Joko Widodo menyetujui hal itu. “Bahkan barangkali berada di balik take over tersebut," kata Refli.

Refly menyarankan agar Jokowi memberhentikan Moeldoko demi menunjukkan netralitas dalam polemik Demokrat. Sebab masalah di Demokrat ini bukan soal rangkap jabatan Moeldoko. Melainkan yang lebih penting dari itu adalah Istana memastikan netral. Tanpa ada sanksi bagi Moeldoko, maka Istana bisa dituduh berada di balik semua ini.

"Saya kira anggota Demokrat yang menyelenggarakan KLB tidak akan mempertimbangkan Moeldoko seandainya yang bersangkutan tidak menjabat di pemerintahan," kata Refly.