MPO: Polemik Dana Hibah Akibat Ketidakadilan Penyaluran

Diskusi kupas tuntas polemik dana hibah. Foto: Elza Putri Lestari.
Diskusi kupas tuntas polemik dana hibah. Foto: Elza Putri Lestari.

Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, mengaku tidak mempermasalahkan alokasi dana hibah yang diberikan pemerintah kepada 100 organisasi penerima. Syakya mengatakan hal itu diatur dalam Permendagri 2011 dan telah dilakukan beberapa kali revisi yang mengatur mengenai pedoman pemberian dana hibah.


“Pemberian dana hibah diperuntukkan untuk tiga sektor, pertama penanggulangan aspek kesehatan, penanggulangan ekonomi dan yang terakhir bansos bagi rakyat yang terkena dampak Covid 19,” ujar Syakya dalam diskusi Kupas Tuntas Polemik Dana Hibah, Kamis, 28 Januari 2021.

Syakhya mengatakan terdapat Rp 300 miliar dana yang dihibahkan untuk penanganan Covid 19 selain Rp 9,6 miliar yang diberikan kepada pengurus organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan oleh pemerintah kabupaten/kota. Para penerima, kata dia, adalah kelompok yang relevan dalam penanggulangan menanggulangi Covid 19.

Menurut Syakya dana hibah yang diberikan ke OKP menjadi polemik karena adanya ketidakadilan bagi OKP-OKP yang tidak menerima dana hibah tersebut. Penyerahan dana hibah tersebut juga kejar tayang alias diberikan dananya saat akhir tahun.

Alhasil, uang itu dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan seperti pelatihan dan bagi-bagi sembako, tidak ada relevansi pemberian dana penanggulangan Covid 19.

Sakya mengatakan dana tu harusnya dialokasikan kepada yang lebih relevan untuk menanggulangi Covid-19, seperti puskemas, Ikatan Dokter Indonesia. Karena dana hibah tersebut syaratnya juga diberikan pada yang punya kompetensi atau pengalaman dalam bidang tersebut.

Pembicara lain, Kautsar Muhammad Yus, politikus Partai Demokrat, mengatakan dana hibah Covid 19 yang berikan oleh pemerintah untuk OKP sebagai bentuk sentuhan pemerintah kepada OKP-OKP yang jarang dilakukan oleh pemerintah. 

“Organisasi adalah sekolah. Kadang organisasi lebih banyak memintarkan orang lain dari pada sekolah itu sendiri,” ujar Kautsar. Kautsar menganggap ricuh terkait penyaluran hibah itu adalah sebuah hal yang alami. Dalam setiap hal, pro dan kontra akan terjadi. Kautsar enggan menyalahkan pihak manapun. 

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh, Alfian, menilai kelompok yang bisa mendapatkan dana hibah tersebut merupakan kelompok masyarakat yang terdampak langsung oleh Covid-19. Dana hibah juga dapat diberikan untuk membantu memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan yang peruntukkan bagi masyarakat umum.

Ia menyebutkan sebenarnya pembahasan diskusi ini harus hadir dari KNPI dan Dispora agar tidak menduga-duga, namun karena mereka tidak hadir dan oleh pihak moderator mengkonfimasi keduanya tidak dapat dihubungi yang awalnya dapat respon positif, Alfian menduga ada yang tidak sehat di sini.

Keengganan dua pihak lain yang terlibat dalam penyaluran dana hibah ini, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh, menimbulkan tanda tanya besar. “Target penyaluran dana hibah pada ormas-ormas ini sebenarnya apa?” Alfian berujar. 

Alfian mengatakan seharusnya penyaluran dana tersebut berdampak besar terhadap perubahan di masyarakat. Di lapangan, kata Alfian, ditemukan salah satu pengurus ormas penerima bantuan yang terlihat kelabakan membeli bahan-bahan sembako. “Ada pula yang tidak kebagian materi sehingga masalah ini bocor hingga keluar organisasi,” kata Alfian.