Nasib Telkom Setelah Jokowi

Ilustrasi: net.
Ilustrasi: net.

SULIT memastikan nasib PT Telkom setelah Presiden Joko Widodo mengakhiri masa jabatan. Karena saat ini, perusahaan itu seolah-olah tidak berdaya untuk mencari dan menggali sumber-sumber keuangan.

Cara yang mungkin dilakukan perusahaan itu saat ini adalah menjual aset dan IPO. Pada Agustus 2021, Telkomsel menjual 4.000 menara ke Mitratel. Selanjutnya Telkom berencana memonetisasi sebagian sahamnya di Mitratel melalui IPO. Jadi inilah modus utama telkom mendapatkan uang: jual aset, lalu privatisasi melalui IPO. 

Telkom menghadapi takdir yang cukup berat. Utang jatuh tempo sebesar Rp 27 triliun dan kewajiban sewa sebesar Rp 6 triliun selama 12 bulan ke depan (hingga oktober 2022). Untuk mengatasi masalah ini, Telkom akan mengandalkan pinjaman dari bank lokal yang selama ini menjadi pemberi pinjaman untuk mengatasi utang perusahaan dalam mata uang asing. 

Telkom menumpuk utang dan melakukan langkah bisnis yang mengkuatirkan. Salah satunya adalah mengakuisisi Gojek dengan utang besar senilai USD 450 juta pada November 2020. Padahal Gojek belum pernah untung dalam bisnisnya.

Seperti diberitakan The Business Times , bahwa Telkomsel menginvestasikan tambahan USD 300 juta atau USG 398 juta ke Gojek start-up ride-hailing dengan rencana untuk memperkuat kolaborasi mereka yang sudah ada.

Telkomsel yang disebut anak perusahaan Telkom Indonesia dan Singtel Singapura menginvestasikan USG 150 juta pada November pada 2020 di Gojek. Belakangan Telkom kembali membuat heboh. Melalui anak usaha, Telkomsel membeli saham GoTo  (perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia) senilai Rp 6,3 triliun yang ditengarai bermasalah dengan Undang-Undang Antimonopoli. Kebijakan ini tampaknya akan berhadapan dengan Pansus di DPR. 

Kemudian saham Telkom di Gojek akan dijual untuk mendapatkan uang kembali. Cara ini merupakan jalan cepat untuk mendapatkan uang; menjual aset yang baru saja dibeli. Sama seperti aksi-aksi perusahaan sebelumnya: jual aset, akuisisi, lalu IPO. Keuntungannya lalu dibagi-bagikan kepada pemegang saham. 

Tidak sampai di situ, Telkom berencana melakukan merger dengan PT Indosat Tbk (BBB/AAA(idn)/Rating Watch Negative) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Hutch). Aksi perusahaan ini dimaksudkan untuk memperkuat pangsa pasar. Telkom merger dengan perusahaan yang lebih lemah, yang ratingnya negatif. 

Lalu kemudian IPO. Bukankah ini cara menjual ke swasta dengan cara murah? Belajar dari Telkomsel anak perusahan Telkom, saat ini sahamnya tinggal separuh milik Telkom, sebanyak 35 persen milik Singapore Telecommunications Limited (A/Stabil). 

Lalu bagaimana dengan utang Telkom dan Telkomsel yang juga dimiliki oleh modal  asing. Berapa besar modal asing memiliki andil dalam perusahaan telekomunikasi Indonesia? Jika aksi perusahaan terus berlanjut dengan menumpuk utang, lalu akuisisi perusahaan yang lemah dan rugi, lalu jual murah aset, lalu IPO. 

Akankah Telkom tetap dimiliki oleh Indonesia setelah pemerintahan Jokowi berakhir. Padahal saat ini saja kita tidak tahu Telkom dan Telkomsel sebenarnya milik siapa. Lalu siapa yang paling diuntungkan atas kondisi ini? Publik sudah punya nama dalam benak masing-masing.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia