Nasir Djamil Minta Kajati Aceh Lanjutkan Proses Hukum Sekda Aceh Tenggara

Ilustrasi. Foto: net
Ilustrasi. Foto: net

M. Nasir Jamil, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) asal Aceh, meminta Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh untuk menindaklanjuti proses hukum sekretaris daerah (Sekda) Aceh Tenggara, Muhammad Ridwan.


"Bersangkutan mengakui menerima uang sejumlah (Rp) 250 juta dan sudah dikembalikan pada saat diperiksa di KPK RI dalam perkara Armen Desky," kata Nasir Djamil, dalam keterangan tertulis, Senin, 27 September 2021.

Nasir menyebutkan kasus sudah mencapai 12 tahun. Sejak kasus mantan Bupati Aceh Tenggara mendapat keputusan tetap pengadilan. Namun, kata dia, hingga saat ini, hanya dua dari belasan tersangka yang terbukti di pengadilan menerima uang hasil tindak pidana hukum yang telah diproses hukum. Yaitu, H. Marthin Desky dan M. Yusuf.

"Namun terdapat satu nama pejabat yang belum diproses oleh Kejati Aceh, hasil pelimpahan kasus oleh KPK terhadap terdakwa utama H. Armen Desky," kata Nasir. 

Padahal, kata Nasir, pada Putusan Kasus Korupsi Mantan Bupati Aceh Tenggara Bapak Armen Desky Putusan No. 19/Pid.B/TPK/2009/PN. Jkt. Pst dan Putusan Pengadilan pada Bapak H. Marthin Desky Putusan No. 51/Pid.Sus-TPK/2014/PN Bna disebutkan bahwa Muhammad Ridwan telah mengakui menerima uang dan sudah dikembalikan.

"Status terdakwa Muhammad Ridwan yang saat ini menjabat sebagai Sekdakab Aceh Tenggara belum pernah dicabut," kata dia.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) Jakarta dengan suratnya No. F.IV.26-30/R.33-1/39 tertanggal 1 November 2018 telah memerintahkan dan meminta kepada Bupati Aceh Tenggara untuk mengambil tindakan penyelesaian sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku pada Jabatan Sekdakab yang dijabat oleh Muhammad Ridwan tersebut.

Menurut Nasir, saat ini adalah saat yang tepat bagi Kejati Aceh untuk segera memproses hukum yang bersangkutan. Supaya wibawa hukum dapat terus terjaga dan terpelihara.

"Apalagi yang bersangkutan saat ini menjadi pejabat ASN tertinggi di Aceh Tenggara. Padahal yang bersangkutan masih bermasalah dari sisi hukum," kata Nasir.

Di samping itu, Nasir juga meminta Bupati Aceh Tenggara untuk memperhatikan proses hukum tersebut yang melibatkan Sekda Aceh Tenggara, Muhammad Ridwan. 

“Bupati bisa mengacu ke UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara”, ujar Nasir.

Menurut Nasir, hasil pemeriksaan pengadilan dengan bukti otentik akan suatu tindak pidana serta pengembalian uang hasil korupsi yang telah dilakukan, bukan berarti proses hukum dihentikan. 

Hal tersebut tertuang dalam pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999.