Kebijakan baru Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yang memajaki penjualan pulsa, kartu perdana hingga token dan voucher mendapat kritik dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
- Antisipasi Banjir, Bulog Aceh Siapkan Cadangan Beras Dua Ribu Ton Lebih
- Kinerja Sektor Jasa Keuangan di Aceh pada Agustus 2023 Tumbuh Positif
- Kadin Aceh Sentil BSI, Minta Salurkan Zakat ke Baitul Mal
Baca Juga
Pasalnya, kebijakan tersebut bertolak belakangan dengan negara lain yang justru memberikan subsidi bagi masyarakat di tengah situasi pandemi Covid-19 sekarang ini.
"Di negara lain justru ada subsidi besar-besaran dari pemerintahnya kepada pelaku usaha dan masyarakat. Sementara kok Indonesia berkebalikan," ujar peneliti Indef, Bhima Yudhistira, seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat, 29 Januari 2021.
Bentuk subsidi yang diberikan negara lain kepada masyarakatnya, disebutkan Bhima adalah pulsa gratis. Sementara untuk perusahaan telekomunikasi berupa intensif pajak untuk pegembangan dan pembangunan infrastruktur jaringan.
Masyarakat, kata Bhima, seharusnya mendapatkan subsidi internet gratis. Kemudian juga perusahaan telekomunikasi diberikan intensif, sehingga dia melakukan ekspansi seperti pembanguanan jaringan-jaringan internet baru yanga ada di daerah-daerah terpencil atau terluar.
"Itu yang dilakukan negara-negara lain di tengah situasi resesi dan pandemi," sambungnya.
Oleh karea itu, Bhima menyimpulkan kebijakan Sri Mulyani kontraproduktif dengan situasi pandemi Covid-19. Justru, pengenaan pajak pulsa hingga token ini akan memperberat kondisi ekonomi rakyat.
"Kebijakan ini tidak memberikan stimulus di tengah situasi saat ini. Sehingga ini dianggap menjadi beban baru bagi masyarakat," kata Bhima.
Pengenaan Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher tertuang dalam aturan (beleid) yang dikeluarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/PMK.03/2021.
Dalam beleid tersebut dijelaskan, pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik dan voucher dikenakan kepada pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi.
Selain itu, penyerahan token listrik juga dikenai PPN kepada penyedia tenaga listrik. Sementara, Jasa Kena Pajak (JKP) atau penyelenggara layanan transaksi terkait jenis barang ini juga dikenai PPN.
Klasifikasi penyelenggara layanan transaksi yang dikenai pajak antara lain terkait distribusi token oleh penyelenggara distribusi dan jasa pemasaran dengan media voucher.
Selain itu, JKP lainnya adalah jasa penyelenggara transaksi permbayaran terkait dengan distribsi voucher oleh penyelenggara voucher dan peyelenggara distribusi, serta jasa penyelenggara program loyalitas dan penghargaan pelanggan. Pungutan pajak ini mulai berlaku 1 Februari 2021.
- Kuota Biosolar Subsidi di Aceh Berkurang 8.000 Kiloliter
- Penuhi Kebutuhan BBM Nelayan, KNTI Aceh Besar Bangun SPBUN di Lhoknga
- Pemerintah Diminta Batasi Izin Pertumbuhan Retail Modern di Aceh