Parlok Aceh Tak Usah Gundah Ihwal Putusan PN Jakpus Minta KPU Tunda Pemilu

Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam. Foto: ist.
Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam. Foto: ist.

Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam, menyarankan partai lokal (Parlok) Aceh tak usah gundah ihwal penundaan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 oleh putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.


"Dalam konteks Aceh, saya pikir putusan tersebut harus disikapi dengan biasa-biasa saja. Setiap parpol tak perlu harus menghentikan berbagai agendanya dan tak usah gundah," kata Saifuddin kepada Kantor Berita RMOLAceh, Jumat, 3 Februari 2023.

Menurut dia, parlok terus melakukan kegiatan mulai dari konsolidasi internal partai, rekrutmen para bakal calon untuk anggota legislatis, sampai kepada persiapan mengenai strategi kampanye untuk meraih dukungan pemilih.

"Saya dapat memahami saat putusan PN Jakpus itu menimbulkan kehebohan. Tak hanya pada level masyarakat melainkan juga pada level elit," kata dia.

Bahkan, kata dia, Menkopolhukam Prof Mahfud MD misalnya, mengatakan bahwa putusan hakim itu merupakan sensasi yang berlebihan.

Di mana kehebohan ini disebabkan pemilu merupakan kegiatan politik terpenting dalam agenda sebuah bangsa yang demokratis.

Pelaksanaannya diatur dalam konstitusi negara, berlangsung lima tahun sekali dan diselenggarakan oleh lembaga yang independen.

"Lalu ketika diputuskan ditunda, meskipun masih di pengadilan tingkat pertama, maka tentu saja menimbulkan pertanyaan dari berbagai pihak," sebutnya.

Apalagi karena KPU sudah memutuskan tahapan-tahapan pemilu baik pemilihan presiden dan wapres maupun pemilihan anggota DPD dan DPR-RI.

Bahkan bebarapa tahapannya sudah mulai berjalan. Nomor urut partai pun sudah ditentukan. Kini parpol peserta pemilu juga sudah memiliki nama bakal calon anggota legislatif untuk pemilu 14 Februari tahun depan.

"Saya pikir, ada baiknya untuk tidak terlalu panil, sebab secara hukum, KPU juga sudah menyatakan banding atas putusan tersebut. Meskipun hakim memang memiliki independensi dalam membuat putusan, tetapi Menkopolhukam sudah merespons," ujar dia.

Akademisi USK ini menyebutkan, beberapa pakar dan pegiat kepemiluan juga sudah menyatakan bahwa PN Jakpus tak memiliki kompetensi untuk mengadili sengketa yang diajukan oleh Partai Prima tersebut.

Pendapat lain mengatakan, bahwa gugatan tersebut adalah ranahnya Bawaslu dan PTUN, bukan kewenangan pengadilan negeri. 

Selain itu, putusan tersebut juga dinilai aneh. Disamping karena alasan tidak punya kompetensi tersebut, juga karena putusan itu sangat luas, yaitu pada penundaan pemilu.

Padahal substansi yang dipersoalkan oleh Partai Prima adalah ketidakadilan dalam putusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima untuk ikut pemilu 2024. Partai Prima dianggap tidak memenuhi syarat.

Dalam pemahaman orang awam, putusan harusnya memerintahkan verifikasi ulang oleh KPU terhadap terpenuhi dan tidak terpenuhinya syarat yang diajukan oleh Partai Prima. Namun, yang terjadi adalah penundaan pemilu.

Sebenarnya, lanjut dia, sebelum ini sudah ada contoh di mana Partai Ummat dinyatakan tidak lolos. Partai tersebut lalu mempersoalkan dengan menggunakan mekanisme yang ada sampai kemudian dilakukan verifikasi ulang terhadap data di beberapa daerah.

"Ternyata, Partai Ummat itu akhirnya dinyatakan bisa ikut pemilu," kata Saifuddin.